TEMPO Interaktif, Jakarta - Konstitusi di Indonesia tidak mengatur tentang pengantian calon presiden incumbent yang memenangi pemilu, kemudian ia meninggal sebelum dilantik secara resmi menjadi presiden. "Konstitusi tidak memprediksi itu terjadi," kata Irman Putra Sidin, ahli hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin, saat dihubungi Tempo, kemarin.
“Konstitusi hanya mengatur jika presiden meninggal dunia,” Irman menambahkan. Menurut dia, Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang turunannya tidak mengatur bila ada calon presiden yang terpilih meninggal dunia sebelum dilantik.
Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri mengatakan Noor Din Moh Top merencakan pembunuhan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pria asal Malaysia ini berencana mengebom rumah pribadi Presiden Yudhoyono di Puri Cikeas.
Namun, rencana itu berhasil digagalkan setelah Pasukan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri mengerebek sebuah rumah di Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu pekan lalu.
Menurut Irman, sesuai konstitusi, bila Yudhoyono meninggal saat ini, maka pemerintahan akan diteruskan Wakil Presiden Jusuf Kalla hingga masa jabatan mereka berakhir Oktober mendatang.
Setelah Oktober, ia melanjutkan, maka Boediono-lah yang harus diangkat sebagai presiden. Mereka pasangan yang terpilih secara konstitusional untuk periode 2009-2014," ujar Irman. Setelah pelantikan, Majelis Permusyawaratan Rakyat harus mengelar sidang untuk mencari pendamping Boediono. “Tapi, jangan sampai hal itu terjadi,” kata Irman.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud Md tidak mau mengomentari bila Yudhoyono meninggal sebelum dilantik. "Jangan, saya nggak mau komentar," katanya, kemarin.
SUTARTO