“Dia jenius. Manusia jenius yang pernah lahir di Indonesia,” kata penyair Butet Kertaredjasa saat dihubungi Tempo dari Jakarta, Kamis (6/8) malam. “Di aktor dan penyair yang luar biasa, sutradara, intelektual, seorang esais, sekaligus dengan seluruh bakatnya itu, dia memposisikan diri sebagai seorang pejuang sampai titik darah penghabisan.”
Ia menambahkan, bukan hanya orang yang multi-bakat, Rendra menajdi sumber inspirasi dan memiliki andil dalam sejarah perkembangan sejarah teater modern di Indonesia. “Saya hanya bisa memuji, karena terus terang, semangat keaktoran saya diinsipirasikan oleh keaktoran beliau,” tutur Butet dengan suara bergetar.
Suatu ketika, Butet mengenang, dia masih duduk duduk di kelas 2 SMP. Butet menyaksikan Rendra tengah melakonkan Hamlet dalam sebuah perhelatan teater yang digelar di Taman Ismail Marzuki. “Momen itu yang menjadikan inspirasi bagi saya untuk menjadi seorang penyair seperti sekarang,” ucap pria kelahiran Yogyakarta, 21 November 1961.
Sebenarnya, Butet dan Rendra pernah berdiskusi soal rencana memproduksi ulang kisah Menunggu Godot dalam bentuk teater. Kisah itu akan dimainkan oleh enam orang. Empat orang berasal dari generasi Rendra hingga Butet. “Mei lalu dia datang saat saya mantu, termasuk juga membicarakan rencana tersebut,” kata Butet, yang saat dihubungi tengah berada di Surabaya.
Sastrawan dan penyair W.S Rendra meninggal dunia, Kamis (6/8) malam sekitar pukul 22.15 WIB rumah sakit Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat. Menurut petugas bagian informasi Rumah Sakit Mitra yang dihubungi, Rendra dibawa masuk ke unit gawat darurat sekitar pukul 21.00 WIB. Saat itu kondisi Rendra sudah sangat pucat.
Rencananya jenazah akan disemayamkan di kediaman putrinya Clara Shinta di perumahan Pesona Khayangan Depok, untuk dimandikan, dikafani dan disolatkan. "Pemakaman akan dilakukan besok (Jumat) pagi. Kami belum pasti pukul berapa namun segera," ujar Edy Haryono, pengurus Bengkel Teater Rendra.
Rendra alias Willibrordus Surendra Broto Rendra lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935. Ia penyair ternama yang kerap dijuluki "Burung Merak". Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.
Rendra anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya dramawan tradisional yang juga guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo. Ibunya penari serimpi di Keraton Surakarta.
Beberapa karya drama Rendra adalah Orang-Orang di Tikungan Jalan (1954), Mastodon dan Burung Kondor (1972), Orang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: "La Guerre de Troie n'aura pas lieu") dan Panembahan Reso (1986). Sedangkan karya pusinya antara lain Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta, Blues untuk Bonnie dan Empat Kumpulan Sajak.
BOBBY CHANDRA | TITIS SETYANINGTYAS | WIKIPEDIA