TEMPO.CO, Jakarta - Problematika pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset di Tanah Air tidak kunjung selesai. Presiden Jokowi telah berulang kali mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera mengesahkan RUU tersebut. Namun, hingga kini RUU Perampasan Aset masih mandek di meja Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Bahkan, Ketua DPR RI tersebut meminta awak media bertanya kembali ke Presiden Joko Widodo ihwal RUU Perampasan Aset. Puan mempertanyakan apakah mempercepat RUU tersebut membuat lebih baik.
"Apakah dipercepat akan menjadi lebih baik? Itu tolong tanyakan itu," kata Puan.
Sebelumnya, Jokowi telah menyinggung RUU Perampasan Aset tersebut secara berulang-ulang di berbagai kesempatan. Sejak Surat Presiden atau Supres tentang RUU ini yang diserahkan Pemerintah ke DPR pada Mei 2023, hingga kini beleid tak kunjung disahkan.
"Kita telah mendorong mengajukan UU Perampasan Aset pada DPR dan juga UU Pembatasan Uang Kartal ke DPR, bolanya ada di sana," tutur Jokowi.
Majalah Tempo melaporkan, isu ini selalu muncul menjelang Pilpres. Pemerintah merancang draf pertama pada 2012. Bertahun-tahun draf tersebut tidak tersentu, tiba-tiba ada revisi kedua pada 2019. Kemudian, draf RUU versi mutakhir disusun pada 2023 menjelang Pilpres 2024.
Adapun RUU Perampasan Aset masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Kala itu, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laloly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai wakil Pemerintah dalam pembahasan bersama DPR RI.
Dalam Koran Tempo edisi Senin, 12 Juni 2023, melaporkan pemerintah menyerahkan Supres untuk RUU Perampasan Aset tersebut kepada DPR sejak 4 Mei 2023. DPR pun berjanji akan membahasnya setelah masa resesi berakhir dan memasuki masa sidang pada 15 Mei 2023. Mahfud Md mengatakan pemerintah menargetkan RUU Perampasan Aset bisa disahkan pada Juni 2023. Namun, hingga kini RUU Perampasan Aset tak kunjung dibahas oleh DPR RI.
Tidak hanya itu, Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani juga berharap agar DPR RI segera membahas RUU Perampasan Aset tersebut.
"RUU Perampasan Aset adalah regulasi yang didesain untuk melengkapi perangkat regulasi yang ada saat ini, khususnya untuk memberi efek jera kejahatan luar biasa, seperti tindak pidana korupsi," tuturnya dalam diskusi yang digelar di Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) yang dikutip di antaranews.com
Dikutip dari Majalah Tempo edisi Minggu, 11 Februari 2024, rencana pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR kembali kandas. Ketua Kelompok Kerja Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang menjadi bagian Tim Reformasi Hukum bentukan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mohammad Mahfud Md, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu didampingi Menteri Sekretaris Negara Praktino.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi meminta tim ikut mendorong pembahasan rancangan undang-undang tersebut di DPR. Tapi keputusan pembahasan ada di tangan DPR. "Presiden meminta tim mendorong percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset," ujar Mahfud kepada wartawan sehari setelah pertemuan di Istana itu.
Namun, upaya tersebut berakhir gagal. DPR tak kunjung membahas RUU Perampasan Aset. Kepastian pembahasan RUU tersebut tidak kunjung terlihat pada rapat paripurna terakhir DPR, 6 Februaru 2024 lalu. Dalam pidato Ketua DPR RI, Puan Maharani tidak menyinggung sedikitupun permaslahan RUU Perampasan Aset tersebut.
Sebaliknya, politikus PDIP tersebut membahas Surat Presiden dari Jokowi mengenai Rancangan Undang-Undang Desa yang baru diterima pada 5 Desember 2023.
HAURA HAMIDAH I HENDRIK KHOIRUL MUHID I EKA YUDHA SAPUTRA I FAJAR FEBRIANTO
Pilihan editor: RUU Perampasan Aset Macet, Eks Pimpinan: Lebih Baik Jadi Program 100 Hari Prabowo