TEMPO.CO, Jakarta - Tiga anggota Badan Legislasi DPR RI menemui massa aksi yang menolak pengesahan RUU Pilkada di depan gerbang utama Gedung DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024. Sebelumnya, ketiga anggota Baleg tersebut sempat batal menemui massa aksi.
Awalnya, Ketua Baleg DPR Wihadi Wiyanto, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi, dan anggota Baleg Habiburokhman sempat berbalik arah ke pos pengamanan saat hendak menemui pendemo.
Habiburokhman beralasan saat itu situasi demonstrasi masih belum kondusif. “Tapi memang setelah dipertimbangkan oleh tim, karena faktor situasi lapangan, ditakutkan ada provokator dan lain sebagainya, maka tidak memungkinkan untuk menemui di sana,” ucap Habiburokhman.
Ketiganya baru keluar menemui massa aksi setelah menerima salah satu perwakilan demonstran, yaitu Presiden Partai Buruh Said Iqbal, di pos pengamanan yang ada di balik pagar DPR. Saat keluar, Habiburokhman, Wihadi, dan Baidowi dikawal oleh personel kepolisian.
Namun, massa aksi menolak kehadiran ketiganya. Sejumlah demonstran sempat melempar botol ke arah mobil komando tempat Habiburokhman, Wihadi, dan Baidowi berbicara.
Para anggota Baleg DPR tak lama berada di tengah massa aksi. Habiburokhman sempat berbicara sebentar melalui pengeras suara sebelum turun dari mobil komando dan masuk kembali ke DPR.
Rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada yang rencananya digelar hari ini, ditunda. Alasannya, anggota DPR RI yang hadir tidak memenuhi kuorum.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengumumkan penundaan didampingi pimpinan DPR lain, Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel. Dasco, yang memimpin rapat paripurna, sempat menskors sidang sampai 30 menit untuk menunggu legislator. Namun, 30 menit berlalu kuorum tetap tidak terpenuhi.
“Sesuai dengan aturan yang ada bahwa rapat tidak bisa diteruskan. Sehingga acara har ini pelaksanaan pengesahan RUU Pilkada otomatis tidak bisa dilaksanakan,” kata Dasco di Kompleks Parlemen DPR RI, Kamis, 22 Agustus 2024.
Pilihan Editor: Goenawan Mohamad Terisak saat Audiensi MK: Serukan Revolusi dan Bubarkan DPR