TEMPO.CO, Jakarta - Bawaslu mengatakan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dapat digugurkan di Pilkada 2024 jika terdapat pelanggaran pidana, termasuk pencatutan KTP masyarakat tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan KTP masyarakat yang dicatut dapat dicoret karena merupakan pelanggaran administrasi. Masyarakat dapat melapor ke Bawaslu sebagai temuan.
Bawaslu tak menutup kemungkinan jika temuan itu bisa menjadi informasi awal untuk laporan penanganan pelanggaran pidana ke polisi. "Laporan dari masyarakat dan temuan dari Bawaslu kemudian diteruskan, dibicarakan, dan akan dikirim ke penyidik," ucap Rahmat usai konsolidasi Komisi Pemilihan Umum atau KPU, di Jakarta Convention Center (JCC), pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana Abyoto baru-baru ini dinyatakan lolos sebagai calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta melalui jalur independen. Namun, proses pencalonan ini menimbulkan kehebohan, karena adanya laporan mengenai Kartu Tanda Penduduk atau KTP yang dicatut tanpa izin untuk mendukung pasangan tersebut.
Apabila Bawaslu meyakini adanya pelanggaran pidana, baik syarat materil dan nonformil maka kasus tersebut dapat dibawa ke ranah hukum. "Tapi itu ada di tingkat teman-teman (Bawaslu) DKI," kata Rahmat.
Dengan begitu, pencalonan Dharma-Kun dapat batal. "Intinya kalau terbukti ada pelanggaran, mungkin bisa. Kalau tidak ada bukti, agak sulit," ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta, Benny Sabdo, mengatakan sampai saat ini sudah ada 6 laporan resmi soal dugaan pelanggaran pencatutan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) oleh bakal pasangan calon Dharma Pongrekun dan Kun Wardana Abyoto.
"Bawaslu mengapresiasi rakyat Jakarta yang sudah membuat laporan. Sesuai hukum acara di Bawaslu, laporan tersebut sedang kami lakukan kajian awal," kata Benny kepada Tempo melalui pesan singkat pada Rabu, 21 Agustus 2024.
Benny menjelaskan jika laporan itu sudah memenuhi syarat formil dan materiil, maka proses selanjutnya akan dibahas di sentra penegakan hukum terpadu atau Gakkumdu. "Kami juga sudah berkoordinasi dengan pihak penyidik dan jaksa sentra Gakkumdu," ucap dia.
Desty Luthfiani berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Beredar 2 Skenario DPR Anulir Putusan MK, Akademisi: Jangan Main Gila