TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Negeri Islam Negeri atau UIN Alauddin Makassar menjatuhkan sanksi skors kepada lima orang mahasiswa yang terlibat aksi demonstrasi di depan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Mereka adalah Ferdianto Syah, Nur Rahman Haryadi, Hasbi, Muhammad Reski, dan Fadil Musaffar.
Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif (Dema) UIN Alauddin Makassar Muhammad Reski menilai kampus telah membungkam mahasiswa untuk menyuarakan pendapat. "Kampus bukan lagi tempat tumbuh berkembangnya pengetahuan, tapi tempat berkembang biaknya kepatuhan dan ketakutan," ucapnya kepada Tempo pada Sabtu, 17 Agustus 2024.
Ia menilai UIN Alauddin Makassar telah menabrak konstitusi dan hak asasi manusia. Kelima mahasiswa itu berencana mengajukan keberatan ke Dewan Kehormatan Universitas.
Rektor UIN Alauddin Makassar Hamdan Juhannis menyebut keputusan itu berdasarkan hasil pertimbangan dari dewan kehormatan kampus, sebab aksi tersebut dianggap telah mengganggu ketentraman publik.
"Misalnya menutup jalan, menahan kendaraan masyarakat, membakar ban, dan bahkan terkadang demonstrasi atau kekerasan mereka itu berujung dengan perilaku-perilaku anarkis," kata Hamdan dikutip melalui video resmi yang diterima Tempo pada Senin, 19 Agustus 2024.
Hamdan mengatakan kampus telah menerima keluhan dari masyarakat atas aksi yang dilakukan mahasiswa pada Senin, 5 Agustus 2024 lalu. Salah satunya dari pasangan pengantin yang sedang menggelar resepsi pernikahan.
"Pengantinya itu marah-marah, karena undangan untuk tamu yang seharusnya menghadiri resepsinya itu tidak bisa masuk sama sekali karena aksi menutup jalan oleh anak-anak kami," kata Hamdan.
Oleh karena itu, ia ingin menertibkan mahasiswa di kampusnya untuk menyampaikan aspirasi secara beradab. Ia tidak ingin ada aksi yang mempertontonkan premanisme.
Berdasarkan surat keputusan dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Nomor 2681 Tahun 2024 tentang skorsing mahasiswa, yang diterima Tempo, ada empat orang mahasiswa diberikan skors terhitung tanggal 1 September 2024 hingga 28 Februari 2025. Satu lainnya dari Fakultas Sains dan Teknologi.
"Selama skorsing berlangsung mahasiswa tersebut dilarang mengikuti kegiatan apapun di dalam kampus yang berkaitan dengan fakultas ushuluddin dan filsafat," tulis surat yang ditandangani oleh Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Muhaemin pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Sebelumnya, Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UIN Alauddin) Hamdan Juhannis mengeluarkan surat edaran atau SE Nomor 259 Tahun 2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa di lingkungan UINAM pada Jumat, 26 Juli 2024.
Salah satu pointnya tertulis, mahasiswa harus mendapatkan izin tertulis lebih dulu dari pimpinan universitas atau fakultas. Jika melanggar aturan-aturan dalam SE, maka kampus akan mengeluarkan sanksi tegas, baik administrasi, skorsing, maupun pemecatan atau drop out.
Mahasiswa UINAM menilai SE itu bertentangan dengan hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Mahasiswa telah melakukan aksi beberapa kali sebelum dan sesudah surat edaran itu dikeluarkan.
Reski berujar ada 10 poin tuntutan dari mahasiswa. Pertama, mencabut SE Nomor 259 Tahun 2024. Kedua, meminta kampus mencabut surat keputusan drop out kepada dua mahasiswa yang pernah terlibat aksi. Ketiga, menghentikan premanisme dalam kampus. Keempat, mencabut aturan aktivitas malam mahasiswa di kampus.
Kelima, menindak kasus kekerasan verbal di kampus. Keenam, menolak semester antara yang biayanya terbilang bagi mahasiswa. Ketujuh, meminta kampus memotong uang kuliah tunggal atau UKT bagi mahasiswa semester 9 ke atas. Kedelapan, meminta kampus untuk mempercepat surat keputusan soal kategorisasi UKT.
Kesembilan, menjelaskan soal pencairan dana bagi penerima Kartu Indonesia Pintar atau KIP Kuliah. Kesepuluh, meminta kampus melibatkan mahasiswa dalam perumusan regulasi.
Reski menjelaskan pada 5 Agustus 2024, mahasiswa mengalami tindakan represif dari petugas keamanan kampus. Kampus bahkan melibatkan kepolisian untuk membubarkan aksi. Setidaknya ada 27 orang mahasiswa yang ditahan satu hari di Kantor Polrestabes Makassar.
"Gerakan kami dituduh mengganggu ketertiban lalu lintas sehingga dibubarkan secara paksa, padahal kami sudah bersurat untuk memberitahukan aksi di Polrestabes Makassar," ucapnya.
Polisi, kata Reksi, seharusnya memfasilitasi dan mengamankan aksi supaya berjalan tertib. Namun, salah satu koordinator mahasiswa justru dipukul hingga berdarah dan ditendang. Setelah penangkapan, kampus melakukan pemanggilan terhadap mahasiswa yang terlibat aksi hingga menjatuhkan sanksi skorsing.
Pilihan Editor: UIN Alauddin Makassar Jelaskan Mahasiswa yang Disanksi DO Bukan karena Aksi