TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU tingkat kota buka suara ihwal adanya dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan atau NIK di KTP masyarakat Jakarta, yang dicatut untuk mendukung paslon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardhana di Pilgub Jakarta. Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Jakarta Timur, Carlos Paath, mengklaim pihaknya telah melakukan verifikasi terhadapa dukungan tersebut.
"Kami cek satu per satu, sistemnya sensus," katanya saat dihubungi, Jumat, 16 Agustus 2024.
Dia mengatakan dari proses verifikasi dokumen yang diunggah Dharma-Kun ke KPU provinsi, ada sejumlah pengakuan masyarakat yang merasa tidak pernah memberi dukungan. Terhadap data yang tidak sesuai itu, kata dia, KPU provinsi menyatakan tidak memenuhi syarat.
"Jadi apabila ada (dugaan) pencatutan dan lain-lain bukan ranahnya KPU provinsi maupun kota, tapi di lembaga pasangan calon tersebut," ujarnya.
Dia menjelaskan teknis verifikasi dari penyelenggara pemilu terhadap dokumen yang diunggah paslon independen itu. Ia mengatakan, ketika proses verifikasi administrasi, KPU tingkat kota mengecek kebenaran dukungan yang dilampirkan oleh Dharma-Kun.
Dokumen yang dicek itu mulai dari NIK, alamat milik pendukung, hingga formulir B1 KWK dari pendukung. Apabila seluruh data telah sesuai berdasarkan hasil sensus secara langsung, ujarnya, paslon independen itu lolos tahap verifikasi administrasi.
Sebaliknya, jika data yang diunggah itu tidak sesuai maka KPU menetapkan status dukungan itu menjadi tidak memenuhi syarat. Sehingga, suara dukungan itu tidak terakumulasi dalam total dukungan yang diperoleh paslon independen.
Dia mengatakan, bahwa ketika rapat pleno verifikasi faktual kedua yang digelar pada 15 Agustus, Dharma-Kun sudah dinyatakan lolos maju ke Pilgub Jakarta. Sebab, katanya, paslon independen itu telah mengumpulkan syarat dukungan minimal 618.968 pendukung.
Dharma Pongrekun-Kun Wardhana mendapat total dukungan masyarakat sebanyak 677.468 saat pengumuman pleno verifikasi faktual kedua.
Tempo telah berupaya menghubungi Dharma Pongrekun. Pesan dan sambungan telepon yang masuk ke kontak WhatsApp-nya tidak berbalas hingga berita ini ditulis.
Dugaan Pencatutan NIK, Dharma-Kun Dianggap Langgar UU PDP
Kabar pencatutan identitas sepihak untuk memberi dukungan kepada paslon independen ini ramai di media sosial X, setelah salah satu pengguna akun mengunggah bukti tangkapan layar NIK KTP-nya tercatut untuk mendukung Dharma-Kun.
Unggahan @ayamdreampop itu mendapat beragam reaksi dari publik internet. Beberapa bahkan mengalami hal serupa.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai, bakal calon gubernur-wakil gubernur independen Pilkada Jakarta 2024, Dharma Pongrekun-Kun Wardana diduga melakukan pelanggaran pelindungan data pribadi. Dugaan ini berkaitan pencatutan NIK dilakukan untuk mendukung pasangan tersebut.
"Pasangan itu diduga telah melakukan pemrosesan data yang bukan miliknya secara melawan hukum," kata Direktur Elsam, Wahyudi Djafar, dalam rilisnya, Jumat 16 Agustus 2024.
Menurut Wahyudi, pemrosesan KTP elektronik yang dilakukan untuk tujuan pencalonan memerlukan dasar hukum pemrosesan berupa persetujuan yang sah secara eksplisit dari Subjek Data Pribadi (calon pendukung). Untuk meminta persetujuan ini, pasangan calon harus menjelaskan tujuan pemrosesan data, jenis data apa saja yang akan diproses, jangka waktu retensi dokumen, rincian informasi yang dikumpulkan.
"Dugaan pencatutan tersebut mengindikasikan bahwa data diproses tanpa persetujuan apapun dari subyek data," kata Wahyudi.
Bahkan dalam UU PDP, tindakan tersebut merupakan bagian yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana. Perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Selain itu, Wahyudi menilai, terdapat kejanggalan dalam proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU DKI Jakarta terhadap syarat pencalonan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana. KPU sebagai pengendali data atas SILON wajib memastikan akurasi, kelengkapan, dan konsistensi data yang dikelola dalam sistemnya.
Oleh karena itu, kata dia, banyaknya pencatutan yang diduga dilakukan dalam kandidasi Pilkada serentak mengindikasikan kegagalan KPU sebagai pengendali dalam menjamin akurasi data, bahkan setelah disediakan mekanisme verifikasi administrasi hingga faktual.
Semestinya, Wahyudi mengatakan perlu ada mekanisme yang jelas untuk verifikasi dukungan. Miaslnya, mereka yang nyatanya tidak mendukung calon independen dapat dimintai tanda tangan pada lembar kerja yang menyatakan tak pernah mendukung paslon independen.
Untuk itu, Wahyudi meminta, KPU segera melakukan verifikasi ulang terhadap kandidat yang mengumpulkan dokumen persyaratan secara melawan hukum. Pasangan calon, yang diduga mengumpulkan dan menggunakan data pribadi secara melawan hukum juga harus segera melakukan klarifikasi pada seluruh subjek data yang dicatut data pribadinya, yang ditindaklanjuti dengan langkah-langkah pemusnahan.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor:Canda Airlangga Hartarto: Bukan Hanya Kursi, Mik Juga Direbut