TEMPO.CO, Jakarta - Pakar politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menyoroti peluang pengusungan Anies Baswedan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Pemilihan Gubernur atau Pilgub Jakarta. Dia menyoroti sejumlah perbedaan prinsip antara Anies dan PDIP.
Ujang menilai pada dasarnya ada perbedaan pandangan basis suara di antara Anies dan PDIP. Perbedaan ini, menurut dia, kerap memicu para pemilih PDIP dan Anies berseteru.
"Itu yang membuat mereka tidak ketemu," kata Ujang dalam pesan suaranya kepada Tempo melalui aplikasi WhatsApp, Rabu, 7 Agustus 2024.
Politikus PDIP Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebelumnya menyebut ada perbedaan prinsip antara Anies dan PDIP. Oleh sebab itu, ada potensi bagi PDIP untuk tidak mengusung Anies di Pilkada Jakarta.
Ujang menyebut massa Anies identik dengan pendukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagaimana yang terjadi pada Pilkada Jakarta 2017 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Di sisi lain, Ujang melihat bahwa PDIP tidak pernah akur dengan PKS. "Permasalahannya ada di grassroot atau massa pendukung yang berbeda," ujarnya.
Menurut Ujang, ada perbedaan ideologi antara kubu Anies-PKS dan PDIP. "Secara garis politik (mereka) tidak ketemu, bagai minyak dan air," kata dia.
Meski begitu, Ujang melihat bahwa masih ada peluang untuk mempersatukan kubu nasionalis PDIP dan Islamis PKS itu. Kerja sama antara dua kubu itu dapat dilakukan untuk kepentingan pragmatis dalam jangka pendek. "Bisa bersatu dalam konteks membangun masyarakat, umat, dan bangsa," ujarnya.
Berkenaan dengan itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menilai bahwa ucapan Ahok soal perbedaan prinsip antara PDIP dan Anies merujuk politisasi agama pada Pilkada Jakarta 2017. "Anies itu identik dengan kelompok Islam yang dinilai menggunakan sentimen politik identitas, khususnya agama. Sementara itu, PDIP adalah partai politik yang nasionalis," kata Adi kepada Tempo melalui WhatsApp pada Rabu siang.
Meski begitu, kerja sama antara PDIP dan Anies bisa saja terjadi jika keduanya sama-sama tak punya pilihan lain untuk bisa maju di Pilgub Jakarta. "Perbedaan-perbedaan prinsip ini perlahan harus dihilangkan karena tidak ada pilihan lain lagi, opsinya sudah mentok," ujarnya.
Potensi PDIP mengusung Anies juga diperkuat dengan kemunculan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus untuk menguasai Pilgub Jakarta dan mengancam PDIP dan Anies tidak mendapat tiket pencalonan. "Satu-satunya cara supaya Anies atau jagoan PDIP maju, ya harus membangun jembatan komunikasi untuk bisa maju bersama," kata Adi.
Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya mengungkap potensi bergabungnya partai di luar KIM untuk pilkada di sejumlah daerah. Kolaborasi itu disebutnya sebagai KIM Plus dan kemungkinan terjadi di Jakata, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pernyataan Ahok soal Beda Prinsip PDIP dan Anies
Sebelumnya, Ahok menyatakan partainya tidak memberikan sinyal positif untuk mendukung Anies Baswedan dalam Pilgub Jakarta. Dia menilai ada perbedaan prinsip antara PDIP dan Anies.
"Saya kira, secara prinsip, sulit PDI Perjuangan untuk mendukung Pak Anies," kata Ahok saat ditemui wartawan usai menghadiri acara Ask Ahok Anything (A3) di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 3 Agustus 2024.
Juru bicara PDIP Cyril Raoul Hakim alias Chico Hakim merespons pernyataan Ahok. Menurut dia, hal tersebut akan berpengaruh dalam konstelasi Pilkada Jakarta.
Chico menjelaskan bahwa perbedaan prinsip yang dimaksud itu berakar pada perbedaan latar belakang basis pemilih secara ideologis dalam Pilkada Jakarta 2017. "Pada tahun 2017, terjadi polarisasi yang begitu meruncing-- dan politisasi agama--yang memang jelas-jelas ada perbedaan terkait hal yang sifatnya ideologis antara pendukung Pak Anies Baswedan dan PDI Perjuangan," kata dia kepada Tempo melalui aplikasi WhatsApp, Senin, 5 Agustus 2024.
Adapun Ahok dan Anies menjadi rival ada Pilkada Jakarta 2017. Pemilih Anies didominasi oleh kelompok IsIam sedangkan pendukung Ahok diasosiasikan dengan golongan nasionalis.
Senada dengan itu, juru bicara Tim Pemenangan Nasional Pilkada PDIP Aryo Seno Bagaskoro menyebut kontestasi Pilkada 2017 membekas sebagai sejarah persaingan antara Ahok dan Anies. "Pemilihan gubernur yang lalu menyisakan banyak cerita tentang blok pendukung yang masing-masing punya versinya sendiri dalam mendukung tokoh itu," kata dia, Senin.
Seno menyebut bahwa perpaduan antara Anies dan PDIP perlu dicermati dengan baik. "Jangan-jangan perkawinan atau senyawa yang berbeda itu tidak selalu menghasilkan akumulasi insentif elektoral, tetapi bisa juga menghasilkan potensi lain," ujarnya.
Pilihan Editor: Respons PKB atas Ajakan Gabung dengan KIM Plus di Pilgub Jakarta