INFO NASIONAL - Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo memberikan gelar kehormatan atau kekancingan untuk Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Olly Dondokambey dan istri Rita Dondokambey-Tamuntuan, pada Senin malam, 5 Agustus 2024. Pemberian gelar dilakukan di Sasana Handrawina Keraton Solo oleh SISKS Paku Buwono (PB) XIII.
Gubernur Olly mendapatkan pangkat Pangeran Sentana, dengan gelar K.P.A Olly Dondokambey Darmonagoro. Adapun, sang istri mendapatkan pangkat Sentana Riya Inggil, dengan gelar K.M.Ay. Rita Dondokambey Darmaningtyas.
Baca juga:
Kekancingan diberikan karena Olly dianggap mampu mengahadirkan nilai-nilai toleran di tengah masyarakat Sulut yang beragam. Olly mengatakan, gelar yang didapatkan itu untuk masyarakat Sulut.
Sebab, masyarakat Sulut sudah dikenal dengan sikap toleransinya. “Tentu saja gelar ini untuk masyarakat Sulawesi Utara. Saya juga sangat berterima kasih, karena pengakuan masyarakat Jawa di Sulut betul-betul bisa merasa diayomi,” kata Olly.
Olly menjelaskan, Sulut merupakan tempat yang multi etnik. Tidak saja masyarakat asli Sulut, namun juga ada perantau dari Jawa yang datang ke sana.
Menurut dia, kehadiran orang Jawa turut membantu roda perekonomian. “Selama ini kami tidak membeda-bedakan masyarakat yang datang ke Sulawesi Utara. Ekonomi kami juga terbantu, bisa mendorong UMKM. Itu menjadikan contoh dan semangat,” ujarnya.
Staf Khusus Gubernur Sulawesi Utara bidang Komunikasi Publik, KRA.Pdm.Victor Rarung Hadiningrat mengatakan, mulai dari jajaran Forkopimda, bupati, dan wali kota seluruh Sulut mengahadiri pemberian penghargaan tersebut. “Termasuk masyarakat dan tokoh dari Sulawesi Utara yang ada di Solo maupun yang ada di Jakarta banyak yang hadir,” kata Victor.
Setelah prosesi pemberian gelar, disajikan tari persembahan dari para penari abdi dalem Keraton yakni tari Srimpi Gondo Kusumo dan tari Bambangan Cakil. Tari Srimpi dilakukan oleh empat penari perempuan dengan lembut dan gemulai.
Para penari yang mengenakan baju adat Jawa dominan warna ungu itu bergerak pelan. Gerak demi gerak terasa sangat pelan dan selaras dengan musik gamelan. Gerakan yang terkesan gemulai, menggambarkan kehalusan budi, kesopanan, dan kelemah lembutan.
Tari Srimpi sangat khusus. Tari bernuansa kerajaan ini biasanya hanya ditampilkan pada waktu-waktu penting. Bahkan pada awalnya, tarian ini hanya dipertunjukkan di hadapan raja dan kerabat kerajaan.
Tarian ini juga difungsikan sebagai tari pengiring upacara yang ada di kerajaan. Tarian ini pun dianggap sama sakralnya dengan benda pusaka tersebut karena melambangkan kekuasaan raja yang sudah ada sejak zaman Jawa Hindu. Karena tugas dan fungsinya yang sakral ini, tari Srimpi memiliki kedudukan khusus dan istimewa di Keraton.
Bahkan para penari yang menampilkan tarian ini, dianggap mewakili empat elemen universal dan empat titik mata angin utama. Untuk empat elemen tersebut terdiri atas air, api, bumi, dan udara. Sedangkan mata angin utama adalah timur, barat, selatan, dan utara.
Kemudian tari Bambangan Cakil dilakukan olehdua penari laki-laki. Para penari memperagakan dengan gagah dan kuda-kuda yang lebar. Temponya pun lebih cepat.
Tidak heran tarian ini lebih terkesan maskulin, sebab tarian Bambangan Cakil menceritakan perang antara kebaikan dan kejahatan. Karakter kebaikan pada pemeran menunjukkan gerakan lembut sedangkan kejahatan menunjukkan gerakan kasar dan kekerasan. Pemeran wayang dalam tarian ini adalah Arjuna sebagai pendekar dan Cakil sebagai raksasa.
Kata Bambangan mengacu pada pejuang keluarga Pandawa seperti Arjuna, Abimanyu, dan lainnya. Akhir cerita tari itu adalah ketika kejahatan kalah dengan kebaikan. Dua tarian itu menjadi persembahan dari Keraton Solo kepada tamu undangan dan para hadirin, sehingga prosesi pemberian gelar kepada Gubernur Sulut berjalan khidmat. (*)