TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok kriminal bersenjata atau KKB menyandera dan membunuh pilot helikopter asal Selandia Baru, Glen Malcolm Conning di Distrik Alama, Mimika, Papua Tengah pada Senin, 5 Agustus 2024. Salah satu saksi mata, Geoffrey Foster mengungkap kronologis kejadian itu.
Saksi mata juga merupakan seorang pilot berkebangsaan Selandia Baru. Kepala Hubungan Masyarakat Satgas Damai Cartenz 2024, Komisaris Besar Bayu Suseno mengatakan, saksi telah memberikan keterangannya kepada aparat.
"Saksi terbang dari Timika menuju Distrik Alama, Kabupaten Mimika," ujar Bayu, Selasa, 6 Agustus 2024.
Dalam kesaksiannya kepada Satgas Damai Cartenz, dia mengaku melihat helikopter jenis IWN, MD.500 ER PK yang diawaki Glen Malcolm sudah mendarat di landasan. Saksi menyebut, baling-baling helikopter itu sudah tidak berputar.
"Saksi kemudian mengitari helikopter tersebut dengan jarak kurang lebih 1.000 kaki di atas permukaan tanah," ucapnya. Kemudian saksi berniat turun untuk mendarat di samping helikopter korban.
Namun, ujarnya, ketika saksi mendarat dengan jarak sekitar sepuluh kaki, saksi melihat beberapa tas sudah berserakan. "Dan pilot terkulai di kursi dengan darah di sekujur tubuhnya," kata Bayu.
Menurut keterangannya, saksi balik mundur dan tidak jadi mendarat di samping helikopter. Ia mengatakan, saksi juga mengaku melihat sekelompok orang berkumpul di depan rumah sakit yang sedang dibangun.
Adapun korban merupakan pilot helikopter milik PT Intan Angkasa Air Service. Ketika mendarat di Distrik Alama, Mimika, korban membawa enam penumpang. Di antaranya ialah Koraliak Gwijangge, Demianus Pakage, Naomi Kambu, dan Hasmaya yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan. Kemudian dua lainnya anak di bawah umur yakni F dan H.
"Kondisi seluruh penumpang dalam keadaan selamat dan sudah kembali ke rumah masing-masing," ujarnya. Bayu mengungkapkan, para penumpang dilepaskan KKB lantaran penduduk asli Distrik Alama.
Bayu mengatakan, saat ini aparat dari TNI dan Polri sedang melakukan pengejaran terhadap KKB yang menyandera dan membunuh pilot asal Selandia Baru itu. Sementara untuk evakuasi korban, aparat masih menunggu cuaca stabil.
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Barat atau TPNPB-OPM, Sebby Sambom menilai, pilot asal Selandia Baru yang dibunuh kelompoknya itu sebagai mata-mata.
"Kami anggap dia mata-mata untuk memantau pertahanan TPNPB di sana (Mimika)," katanya saat dihubungi, Senin, 5 Agustus 2024.
Dia juga mengaku curiga dengan niat pilot helikopter asal Selandia Baru itu. Sebab, hingga kini TPNPB-OPM masih menyandera pilot Susi Air yang juga berkewarganegaraan Selandia Baru, Philip Mark Mehrtens.
"Kami bisa curiga kenapa itu orang Selandia Baru yang kami tahan, (pilot) Selandia Baru lain juga masuk," ucap Sebby.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa Distrik Alama merupakan wilayah konflik bersenjata. Ia menyebut, kelompoknya itu telah melarang pesawat, pembangunan, dan aktivitas lain masuk ke wilayah tersebut.
Ia mengungkapkan, larangan masuk itu untuk menghindari militer Indonesia memasok logistik dan pasukan di wilayah tersebut. "Tapi kepala batu, ya itu risiko tanggung sendiri," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah Indonesia dan TNI-Polri yang harus menanggung risiko imbas kejadian ini. Sebab, katanya, pemerintah dan aparat keamanan Indonesia yang mengizinkan pilot helikopter itu masuk ke wilayah konflik bersenjata itu.
Pilihan Editor: KKB Sandera dan Bunuh Pilot Asal Selandia Baru di Distrik Alama Papua