TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Feri Amsari menyoroti fenomena kandidat calon kepala daerah memborong partai untuk memenangkan Pilkada 2024. Menurut dia, fenomena merangkul semua partai untuk maju di pemilihan kepala daerah telah terjadi sejak lama.
"Tentu saja sebagai fenomena membuat demokrasi kita menjadi miskin, karena keterlibatan caleg kaya yang mampu memberikan mahar kepada partai politik sehingga tidak muncul pesaing-pesaing yang berpotensi membuat mereka kalah," kata Feri kepada Tempo, Rabu, 1 Agustus 2024.
Sebelumnya fenomena Pilkada hanya diikuti satu calon saja dan melawan kotak kosong pernah terjadi di Pilkada Makassar dan Sumatera Barat lima tahun lalu. Kini, fenomena tersebut mulai kelihatan saat kandidat memborong semua partai untuk mendukungnya.
Salah satu kemungkinan besar pilkada lawan kotak kosong terjadi di Pilkada Kota Batam. Dari 12 partai, setidaknya saat ini sudah ada 11 partai mengusung pasangan Amsakar Achmad dan Li Claudia Chandra.
Namun kata Feri, kotak kosong bukan berarti pasangan tunggal tersebut tidak bisa dikalahkan. "Kasus di Makassar pernah terjadi kotak kosong malah menang pertarungan, sayangnya akibat dari kotak kosong menang itu, tentu saja tidak ada kepala daerah yang defenitif yang ujung-ujungnya ditunjuk oleh pemerintah pusat," kata Feri.
Menurutnya, kondisi ini tidak perlu terjadi karena berkaca dari pengalaman pilpres, pilpres tidak bisa satu calon. "Di pilpres apabila partai mencukupi maka koalisi yang mereka bangun tidak boleh merusak partai lain membangun koalisi, semestinya Mahkamah Konstitusi bisa menerapkan hal itu pula di pilkada. Hanya saja mahkamah tidak konsisten, membiarkan fenomena memborong perahu terjadi," kata dia.
Menurut Feri, motif memborong partai dan menciptakan kotak kosong ini tidak lain upaya menggerogoti demokrasi. "Calon kepala daerah kaya, tetapi mentalistas miskin, ini betul-betul membuat publik tidak punya pilihan, demokrasi dikuasai oleh orang yang punya dana dan kepentingan," katanya.
Sesungguhnya kata Feri, kotak kosong bukanlah demokrasi sesungguhnya. "Kotak kosong bukan demokrasi konstitusional proses pemilihan langsung, tetapi demokrasi rekayasa yang seolah-olah demokrasi, sejatinya adalah bancakan partai politik, dan kepentingan elite, dan calon-calon kepala daerah kaya yang mampu melakukan segala cara melakukan rekayasa kekuasaan," katanya.
Kata Feri, salah satu konsep demokrasi adalah pertarungan gagasan. "Kalau hanya satu calon, gagasan apa yang dipertarungkan," katanya.
Menurut dia, gagasan dipertarungkan agar pemilih punya alternatif pilihan yang menurut mereka baik.
"Bagaimana mereka bisa memilih gagasan kalau gagasan itu cuma muncul dari satu pasangan calon. Gagasan tidak muncul dari kotak kosong," katanya.
Pilihan Editor: Soal Peluang Khofifah-Emil Dardak Lawan Kotak Kosong di Pilgub Jatim