TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan menghapus sistem penjurusan murid di tingkat SMA oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menuai sorotan dari pelbagai kalangan. Penghapusan jurusan ini dinilai kebijakan yang keliru.
Pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan penghapusan jurusan di tingkat SMA dapat berpotensi menurunkan pengembangan di rumpun ilmu sains dan teknologi. Ia, khawatir penghapusan jurusan akan membuat murid cenderung selektif dalam mengambil mata pelajaran.
"Karena sudah tidak ada penjurusan, murid akan memilih paket mata pelajaran yang mudah-mudah saja," kata Darmaningtyas, dalam pesan tertulis yang diperoleh Tempo, Selasa, 23 Juli 2024.
Sebelum dihapuskannya penjurusan oleh Kemendikbud, terdapat tiga penjurusan di tingkat SMA, yaitu jurusan IPA, IPS dan bahasa. Murid pada jurusan IPA diwajibkan untuk memiliki bekal dasar keilmuan pada rumpun ilmu saintek.
Ilmu tersebut, misalnya terdapat pada mata pelajaran biologi, fisika, kima dan matematika. Darmaningtyas mengatakan, mata pelajaran di rumpun ilmu saintek cenderung sulit karena bersifat numerik. Namun, dalam penjurusan murid wajib untuk setidaknya memahami ilmu-ilmu dasar sebagai bekal pengetahuan di tes seleksi masuk perguruan tinggi.
"Masalahnya, jika jurusan sudah tidak ada. Kemudian murid memilih mata pelajaran yang dianggap mudah saja, ini akan berdampak pada semakin tertinggal kita dalam bidang ilmu dan teknologi," ujar dia.
Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mengatakan, peniadaan jurusan di SMA tidak serta-merta berdampak pada banyaknya murid kelas XII SMA yang kehilangan bekal keilmuan dasar untuk mengikuti seleksi di perguruan tinggi. Menurut Cecep, peniadaan jurusan justru berdampak positif karena cenderung progresif.
“Di luar negeri saja, cara ini sudah diterapkan,” ujar Cecep, kemarin.
Meski begitu, kata dia, Kemendikbudristek tidak dapat secara instan mengekor penerapan kurikulum di negara-negara maju, misalnya Finlandia. Menurut Cecep, kurikulum di negara maju memang dilandasi pada minat, kebutuhan, dan efisiensi yang dikemas secara integrasi.
"Masalahnya, apakah Kurikum Merdeka ditunjang dengan fasilitas yang memadai, misalnya kebutuhan laboratorium bagi murid saat praktik,” ujar dia. Sebab, kata dia, di luar negeri penerapan kurikulum dijalankan beriringan dengan fasilitas pendukung yang memadai.
Kebijakan penghapusan jurusan di SMA oleh Kemendikbudristek merupakan bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka resmi diterapkan sebagai kurikulum nasional untuk semua jenjang sekolah pada 27 Maret lalu.
Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan Anindito Aditomo menjelaskan peniadaan jurusan di SMA merupakan implementasi Kurikulum Merdeka yang sejatinya sudah diterapkan secara bertahap sejak 2021.
Menurut dia, dengan penerapan Kurikulum Merdeka, siswa-siswi kelas XI dan XII SMA dapat memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakal, kemampuan dan aspirasi studi lanjut atau kariernya.
"Dengan begitu, siswa bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya," ujar Anindito.
Pilihan editor: KSP Moeldoko Tidak Setuju TNI Boleh Berbisnis Lagi