TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menduga imbas dari kebijakan cleansing guru honorer akan menyebabkan kelas-kelas di sekolah mengalami kekosongan karena kekurangan tenaga pengajar.
"Ingat, 2024 ini kita (Indonesia) membutuhkan 1,3 juta guru dan seleksi PPPK hanya bisa berhasil memenuhi 55 persen saja. Oleh karena itu kami sudah bisa menduga akan ada banyak kelas yang sangat kosong," kata Iman di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu, 17 Juli 2024.
P2G mencatat ada 107 laporan soal guru honorer yang mengalami cleansing. Mereka berasal dari berbagai jenjang, baik SD, SMP dan SMA.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberikan klarifikasi bahwa kebijakan cleansing ini ditujukan untuk melakukan penataan guru, bukan pemecatan. Sebab, berdasarkan laporan BPK pada 2023, banyak guru honorer yang tak memenuhi kriteria tapi bekerja dan menerima gaji dari dana BOS. Rekrutmen guru honorer itu dilakukan oleh kepala sekoah secara mandiri yang cenderung bersifat subjektif. Dinas menyarankan para guru honorer bisa mengikuti seleksi resmi, baik lewat rekrutmen PPPK atau ASN.
Salah satu guru honorer yang terkena cleansing, Andi menanggapi mengenai klarifikasi Dinas Pendidikan DKI Jakarta tersebut. Ia menilai kondisi sekolah saat ini banyak yang kekurangan tenaga pengajar, namun gurunya malah diberhentikan sepihak. Pengiriman guru dari Dinas Pendidikan juga dinilai lamban, sehingga kepala sekolah memilih melakukan perekrutan mandiri.
"Kami ini bukan parkir liar yang ditertibkan. Kami ini bukan yang berantakan gitu. Sekarang logikanya banyak sekolah yang kekurangan guru." kata Andi.
Klaim perekrutan yang dilakukan oleh kepala sekolah karena subjektivitas juga dinilai Andi tidak berdasar. Menurut dia, dinas pendidikan kurang paham fakta di lapangan.
"Cobalah dia turun ke lapangan, lihat bagaimana kekurangan para guru di sekolah-sekolah. Jangan cuma klaim-klaim saja," kata Andi.
Pengacara publik LBH Jakarta, Fadhil Alfathan menilai penghentian kontrak para guru tersebut tidak berdasar karena bukan dari kualitas atau pelanggaran yang dilakukan. "Kalau memang betul itu menyalahi aturan, ya kepala sekolahnya yang di-cleansing harusnya. Bukan guru honorer. Guru itu profesi, bahkan panggilan hati. Justru gurunya yang dikorbankan, alih-alih kepala sekolahnya," kata dia.
Menurut Fadhil, makna guru sebenarnya adalah tenaga pendidik, namun saat ini pemerintah banyak membuat kebijakan mengklasifikasikan guru. Ada golongan guru pegawai negeri sipil atau PNS, kontrak kerja individu atau KKI, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK atau guru honorer murni. "Padahal sebenarnya tugasnya sama, yakni mengajar," ujarnya.
Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin mengklaim apa yang dilakukan Dinas Pendidikan sebenarnya memanusiakan manusia, karena sebagai upaya menertibkan dan agar perekrutan guru honorer lebih jelas termasuk pemberian gaji yang sesuai standar.
Budi pun menjelaskan soal empat kriteria guru honorer yang mendapat gaji dari dana BOS. Kriteria itu, yakni diperuntukkan untuk guru bukan aparatur sipil negara (ASN), guru yang terdata di dalam Data Pokok Pendidikan atau Dapodik, guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan guru yang tidak ada tunjangan guru. Namun, dari 4 kriteria itu, mereka yang kena cleansing tidak memiliki data Dapodik dan NUPTK.
Pilihan Editor: Dinas Pendidikan DKI Klarifikasi soal Kebijakan Cleansing Guru Honorer: Bukan Dipecat, tapi Ditata