TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute menilai rencana revisi UU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang problematik dan merusak kebebasan pers, kebebasan informasi, serta agenda-agenda HAM yang telah diperjuangkan sejak awal era Reformasi.
Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah, mengatakan revisi UU Penyiaran memvalidasi penyempitan ruang-ruang sipil. Laporan tahunan Indeks HAM Setara Institute selalu menunjukkan bahwa skor pada indikator kebebasan berekspresi adalah skor paling rendah pada tiap tahunnya dan tidak pernah mendekati angka moderat dari skor 1-7. Adapun rincian skor dari tahun ke tahun sejak 2019, yakni 1,9 pada 2019; 1,7 pada 2020; 1,6 pada 2021; 1,5 pada 2022; dan 1,3 pada 2023.
“Artinya, alih-alih menjamin kebebasan berekspresi, revisi UU Penyiaran justru berpotensi memperburuk situasi kebebasan berekspresi terutama melalui pemasungan kebebasan pers,” kata Insiyah lewat keterangan tertulis, Rabu, 15 Mei 2024.
Setara Institute juga menilai bahwa revisi UU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang memiliki intensi untuk mengendalikan kebebasan pers, khususnya jurnalisme investigasi melalui Pasal 50B ayat (2) huruf c draf revisi UU Penyiaran. Pasal yang melarang jurnalisme investigasi merupakan upaya untuk mengurangi kontrol terhadap pemerintah.
Padahal, kata Insiyah, pilar demokrasi modern salah satunya adalah kebebasan pers yang, antara lain, memberikan ruang bagi jurnalisme investigasi untuk melakukan kontrol atas bekerjanya kekuasaan dan berjalannya pemerintahan.
Insiyah mengatakan konten dan produk jurnalistik seharusnya tetap menjadi yurisdiksi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jurnalisme investigasi seharusnya tetap berada di bawah pengaturan UU Pers, meskipun penyiarannya dilakukan melalui televisi ataupun situs internet.
“Dalam konteks itu, revisi UU Penyiaran secara intensional melemahkan UU Pers,” kata dia.
Perluasan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagaimana Pasal 8A huruf q draf revisi UU Penyiaran juga akan mengebiri kewenangan Dewan Pers. Menurut Insiyah, ketentuan tersebut berpotensi mendistraksi kewenangan antara kedua lembaga sehingga melemahkan resolusi dan penyelesaian sengketa jurnalistik yang mungkin terjadi. Selain itu, ketentuan ini juga melemahkan Dewan Pers sebagai pilar kebebasan pers.
“Sebab lingkup kewenangan Dewan Pers untuk menjamin kebebasan pers juga meliputi konten jurnalistik yang disiarkan melalui media elektronik."
Pilihan Editor: Syarat Masuk IPDN 2024, Nilai Rapor, dan Batas Usianya