"Memang sudah waktunya untuk perbaharui kesepakatan yang diteken Mei 2006," jelas Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo ketika dihubungi Sabtu (13/6)
Saat kesepakatan itu (Mei 2006), kata Wahyu, dibentuk pula Kelompok Kerja (working group). Kelompok ini seharusnya bertugas mengawasi jalannya isi kesepakatan, tapi menurut Wahyu, kinerjanya tidak efektif.
Kini Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi berencana membentuk kelompok kerjasama yang mengurusi sistem penempatan, asuransi, biaya penempatan, perbankan khusus dan perubahan materi kontrak. Kelompok kerja ini akan diatur dalam kesepatan kerjasama (MOU) yang akan segera diperbaiki Departemen bersama Kementrian Sumber Daya Manusia.
Wahyu menilai pemerintah perlu menekankan pada kepemilikan paspor, izin cuti dan kebebesan berserikat buruh migran, dalam perjanjian yang baru ini.
Malaysia mewajibkan majikan memegang paspor tenaga kerja luar negeri yang bekerja padanya. Pada kasus siti hajar (tenaga kerja yang disiksa majikan selama 34 bulan),ucap Wahyu, ia (siti hajar) tidak berani kabur karena dokumennya ditahan majikan. "Paspor ini penting bagi perlindungan buruh migran," tegasnya.
Begitu pula izin cuti dan hari libur, ia menambahkan, belum diatur dalam kesepakatan sebelumnya. "Ini kan hak pekerja," imbuh Wahyu.
Masalah terakhir adalah kebebasan berserikat. Kalaupun pemerintah Malaysia tidak mengizinkan pekerjanya membentuk serikat, maka Wahyu berharap, pekerja dibolehkan bergabung dengan serikat pekerja di Malaysia. "Malaysia Trade Union Congress-serikat buruh di Malaysia-, bersedia menampung pekerja kita," urainya.
Tapi serikat buruh tersebut membutuhkan izin dari pemerintah Malaysia agar boleh menerima warga asing. "Izin inilah yang harus masuk dalam kesepakatan baru," tutur Wahyu.
DIANING SARI