Seperti dilaporkan Tempo dari New York, Amerika Serikat, Hassan mengatakan, "Kelompok pemberontak di Aceh telah membunuh rektor, guru, anggota DPR, dan hakim.
Hassan juga menyatakan pada 17 Agustus silam, 51 gedung sekolah dibakar. Karena itulah di sini kita sebenarnya berhadapan dengan kelompok teroris," ujar Hassan yang pernah memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Hassan, yang berada di New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB, mengatakan kalau mereka membunuh polisi atau tentara Indonesia, bisa dimengerti. Karena memang padanannya, katanya.
Hassan mengakui bahwa sampai saat ini Aceh merupakan wilayah konflik bersenjata. Kelompok separatis di Aceh menggunakan cara-cara kekerasan untuk memperjuangkan kemerdekaan. Pemerintah Indonesia menanggapi aksi mereka dengan melakukan operasi militer. Dalam keadaan seperti ini, tentu ada persoalan penyelenggaraan keadilan.
"Tapi saya berharap Anda tidak hanya melihat dari konteks korban-korban operasi militer tapi juga dari korban-korban aksi kekerasan kelompok pemberontak," kata Hassan.
Meskipun konflik masih berkecamuk di Aceh, ia menandaskan bahwa pemerintah Indonesia telah berketetapan untuk menyelesaian masalah di wilayah ini secara sungguh-sungguh.
Sejak bulan April tahun ini, katanya, pemerintah mempromosikan satu penyelesaian secara komprehensif terhadap masalah Aceh. Salah satu komponen dari penyelesaian ini adalah akselerasi pembangunan, karena salah satu akar persoalan di Aceh adalah ketidakadilan ekonomi di masa lalu.
Kebijaksanaan lainnya adalah pemberian otonomi khusus kepada Aceh. Pemerintah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah lokal untuk mengelola sumber daya alam dan memberikan perlindungan terhadap kekhususan tradisi dan agama masyarakat Aceh. Selain itu, katanya, pemerintah masih terus melakukan upaya dialog dengan pihak pemberontak.
"Mudah-mudahan kondisi dari pendekatan-pendekatan tersebut akan segera menyelesaikan persoalan Aceh. Selama enam bulan terakhir ini saya kira kita telah membuat kemajuan yang berarti dalam penyelesaian konflik di Aceh," tandasnya.
Ketika ditanya Tempo ikhwal peluang isu Aceh untuk masuk dalam agenda di PBB, Hassan berkeyakinan bahwa hal ini tidak akan terjadi.
Ia lantas menyebut pertemuan Presiden Megawati dan Sekjen PBB pada bulan September lalu. Kofi, katanya, kala itu mengatakan bahwa semua anggota PBB mendukung integritas teritorial Indonesia.
"Dengan kata lain sejauh ini tidak ada negara yang mempersoalkan masalah Aceh di berbagai forum termasuk di PBB. Kalaupun ada pembicaraan masalah Aceh, seperti di forum ASEAN dan Uni Eropa, itu hanya dalam rangka dukungan mereka terhadap kedaulatan Indonesia terhadap wilayah Aceh,"tegasnya. (supriyono)