TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menawarkan untuk memberikan Kartu Ijin Tinggal Terbatas atau KITAS untuk dua mahasiswa Indonesia yang dicabut kewarganegaraanya sebagai WNI dalam peristiwa G30S pada 1965. Kedua mahasiswa itu, Sudaryanto Yanto Priyono dan Yaroni Suryo Martono, terdampar di negara Uni Soviet dan Ceko usai pencabutan tersebut, yang kemudian menjadi warga negara di sana.
Hingga akhirnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Keputusan Presiden alias Kepres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu atau PP HAM pada Agustus 2022. KITAS yang diberikan kepada Sudaryanto dan Suryo merupakan salah satu realisasi rekomendasi PP HAM.
"Pemerintah memiliki niat yang tulus atas rekomendasi dari PP HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di negara kita Indonesia," kata Jokowi dalam tayangan langsung yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 27 Juni 2023. Jokowi mengucapkan terima kasih kepada para korban atau ahli waris korban atas kebesaran hati menerima proses ini setelah melalui penantian yang sangat panjang.
Kisah Sudaryanto dan Suryo
Dalam penyerahan KITAS secara simbolis itu, Jokowi turut mendengarkan cerita dari Sudaryanto dan Suryo. Kepada Jokowi, Suryo lebih dulu bercerita soal dirinya menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi di Cekoslovakia saat masih berusia 22 tahun.
Suryo menyebut kuliahnya di Cekoslovakia dibiayai penuh oleh negara melalui Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP). Saat itu Suryo dibiayai dengan perjanjian harus mengabdi pada negara selama tiga tahun setelah lulus.
Saat peristiwa 30 September 1965 atau tragedi 1956 meletus di Indonesia, Suryo mengaku mendapatkan cerita bahwa tengah terjadi kudeta di Tanah Air yang didalangi oleh Sukarno. "Buat saya pribadi itu sangat tidak masuk akal, sebab Bung Karno waktu itu sudah menjadi presiden dengan dukungan yang kuat," kata Suryo.
Suryo kemudian diminta untuk menandatangani persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru di Indonesia. Namun, ia bersama 16 teman-temannya di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Cekoslovakia menolak dan berujung pencabutan paspor mereka. Akibat hal itu, Suryo dan yang lainnya terdampar di Cekoslovakia tanpa kewarganegaraan.
Cerita serupa juga disampaikan oleh Sudaryanto, mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Institut Koperasi Moskow pada 1965. Saat itu Sudaryanto disekolahkan atas beasiswa pemerintah Uni Soviet.
"Setelah terjadi peristiwa 65, karena saya juga tidak memenuhi syarat screening yang pada saat itu dilakukan karena di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno. Ini yang langsung tidak saya terima dan akhirnya dalam seminggu sesudahnya saya (menerima) surat pemberitahuan bahwa paspor saya sudah dicabut dan saya kehilangan kewarganegaraan," kata Sudaryanto.
Akibat hal itu, Sudaryanto mendapat jaminan dari pemerintah Uni Soviet untuk tetap menyelesaikan pelajaran di sana hingga mendapat pekerjaan sampai sekarang. Sudaryanto mengatakan pernah menjadi dosen hingga dekan di Universitas Koperasi Rusia dan telah beberapa kali melakukan kunjungan ke Indonesia.
"Pak Sudaryanto sama Pak Suryo ingin jadi warga negara Indonesia lagi gak?" kata Jokowi usai mendengar cerita keduanya.
Tawaran itu disambut baik oleh Sudaryanto yang mengaku sudah merencakan pindah ke Indonesia. Namun, dia berharap anak, istri, serta cucunya bakal ikut ke Indonesia.
Sementara Suryo yang sudah berusia 80 tahun menyatakan bakal pikir-pikir atas tawaran itu. Ia mengaku belum memiliki rencana untuk menetap di Indonesia. "Saya belum punya rencana, karena situasi yang semacam ini buat saya kejutan. Saya tidak mengira bahwa bisa terjadi langkah-langkah di dalam saya masih hidup," kata Suryo.
Selain pemberian KITAS kepada Sudaryanto dan Suryo, pemerintah juga memberikan implementasi rekomendasi PP HAM kepada enam orang perwakilan lainnya, meliputi:
1. Samsul Bahri bin Rusli bin Abas berupa program keluarga harapan, program sembako, dan atensi dalam bentuk modal usaha kelontong dan motor roda tiga, kartu indonesia sehat prioritas, pelatihan koperasi dan UKM, bingkisan iduladha.
2. Hasan Azhari berupa keanggotaan program keluarga harapan, program sembako dan atensi, kartu indonesia sehat prioritas, beasiswa pendidikan anak, pembangunan rumah, bingkisan iduladha.
3. Akbar Maulana berupa Kartu Indonesia Sehat prioritas dan beasiswa pendidikan.
4. Ridwan Ayub berupa program keluarga harapan, program sembako dan atensi, kartu indonesia sehat prioritas, sapi ternak, bingkisan iduladha.
5. Ira Sofyan bin Muktar berupa program keluarga harapan, program sembako dan atensi, kartu indonesia sehat prioritas, pelatihan keterampilan menjahit dan mesin jahit, serta bingkisan iduladha.
6. Sargunis bin Abdul Jalil berupa program keluarga harapan, program sembako dan atensi, kartu indonesia sehat prioritas, pelatihan keterampilan membuat kue dan alat pembuat kue, serta bingkisan iduladha.
Pilihan Editor: Jokowi Berharap Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Pulihkan Luka Korban