TEMPO.CO, Jakarta - Kasus korupsi proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika memasuki babak baru. Mantan Menteri Kominfo Johnny Plate akan segera menghadapi sidang perdana dalam kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada 27 Juni 2023.
“Sidang tanggal 27 Juni 2023,” kata pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Zulkifli Atjo, kepada wartawan, Rabu, 21 Juni 2023.
Perkara Johnny teregistrasi dengan Nomor 55/pid Sus./PN.jKt.pst/2023. Majelis Hakim yang menyidangkan perkara itu akan diketuai oleh Fahzal Hendri, serta beranggotakan Riyanto Adam Pontoh dan Sukarton. Dalam sidang perdana tersebut, mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem ini bakal mengahadapi sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dalam kasus korupsi yang ditengarai merugikan negara sebanyak Rp 8 triliun.
Dokumen yang sempat dilihat Tempo merinci dugaan penerimaan uang yang diduga diterima oleh Johnny G. Plate terkait kasus korupsi proyek menara ini. Uang itu salah satunya diduga bersumber dari Direktur Utama Badan Aksesibilitas dan Telekomunikasi (Bakti) Anang Achmad Latif. Bakti merupakan badan yang berada di bawah Kementerian Kominfo sekaligus pelaksana proyek BTS tahun 2020-2022. Anang turut ditetapkan menjadi terdakwa dalam perkara ini dan juga akan segera menghadapi persidangan.
Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Johnny ditengarai memerintahkan Anang untuk menarik fee sebanyak Rp 500 juta setiap bulan. Uang disebut diperuntukkan sebagai tambahan operasional staf Kementerian Kominfo. Uang itu diduga diserahkan melalui salah satu bawahan Johnny.
Keperluan pribadi
Selain itu, Anang juga disebut menerima perintah dari Johnny untuk mengirimkan uang guna memenuhi keperluan pribadi, yakni memberikan sumbangan. Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Anang memberikan Rp 200 juta kepada bosnya pada 12 April 2021. Uang itu kemudian diserahkan kepada korban banjir di Flores, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Johnny merupakan politikus kelahiran Ruteng, NTT. Dalam Pemilihan Legislatif 2024, Johnny maju melalui Daerah Pemilihan NTT I yang meliputi Kabupaten Alor, Ende, Flores Timur, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, dan Sikka.
Dokumen yang sama Anang disebut kembali memberikan Rp 250 juta kepada Johnny pada Juni 2021. Uang itu kemudian diduga diberikan kepada salah satu gereja di Kupang. Selanjutnya Johnny diduga kembali menerima uang sebanyak Rp 500 juta untuk diserahkan kepada sebuah yayasan pendidikan keagamaan di Kupang. Johnny disebut kembali menerima Rp 1 miliar dari Anang untuk kemudian diserahkan kepada sebuah lembaga keagamaan di Kupang.
Terkait berbagai dugaan penerimaan ini, Tempo telah mengirimkan pesan konfirmasi kepada kuasa hukum Johnny, yaitu Achmad Cholidin. Achmad Cholidin irit bicara mengenai dugaan tersebut. “Nanti akan dijawab saat persidangan,” kata dia. Sementara, kuasa hukum Anang Latif, Kresna Hutauruk belum merespons pesan konfirmasi yang dikirimkan oleh Tempo terkait dugaan perintah dari bosnya itu.
Dalam perkara BTS Kominfo, Kejagung total telah menetapkan 8 orang menjadi tersangka. Selain Johnny dan Anang, Kejagung menetapkan Dirut PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak; Direktur PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; staf ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto; Account Director PT Hueawei Tech Investment Mukti Ali dan; pengusaha Windy Purnama. Terakhir, Kejagung juga menetapkan Direktur Utama PT Basis Utama Prima M. Yusrizki menjadi tersangka kedelapan.
Kejaksaan menduga para tersangka bersekongkol mengatur tender dan menggelembungkan harga. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menduga kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 8 triliun. Dari tersangka itu, kejaksaan baru menerapkan pasal TPPU kepada dua orang yakni Anang dan Windy Purnama.
Pilihan Editor: 6 Fakta Kasus Dugaan Pungli Senilai Rp 4 Miliar di Rutan KPK