TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra, mengungkap sejumlah kontribusi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sejak didirikan pada 7 Juni 1993. Menurut dia, Komnas HAM patut mendapatkan perhatian lebih karena lembaga itu telah menjadi embrio kemunculan berbagai state auxiliary agencies atau lembaga-lembaga sampiran negara.
"Era Reformasi, ada fenomena baru dalam praktik ketatanegaraan, terutama dengan kehadiran lembaga berbentuk komisi bersifat independen. Dari sekian banyak lembaga, Komnas HAM patut dapat perhatian lebih karena lembaga ini dianggap embrio kemunculan aneka lembaga yang dikenal state auxiliarty agencies," katanya dalam peringatan Diskusi Refleksi 30 Tahun Komnas HAM, Rabu, 7 Juni 2023.
Dhahana mengatakan Komnas HAM dibentuk pada masa Orde Baru melalui Ketetapan Presiden Nomor 50 Tahun 1992. Pada Era Reformasi, kata dia,.keberadaan Komnas HAM diperkuat dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. "Sejak saat itu, Komnas HAM diberikan kewenangan penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat," ujarnya.
Komnas HAM, dia menambahkan, telah banyak berkontribusi positif dalam pemajuan HAM. Hal tersebut dapat dilihat pada semakin pahamnya masyarakat akan nilai-nilai HAM, banyaknya daerah yang sudah terapkan prinsip-prinsip HAM dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan human right city yang mendapat apresiasi dari dunia internasional.
"Banyak pedoman penerapan HAM dalam kerja-kerja pemerintah yang dihasilkan Komnas HAM, seperti norma standar prosedur tematik HAM yang menjadi acuan dalam mengimplementasikan program kerja pemerintah," kata Dhahana.
Selain itu, dia menyebut beberapa dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu dan setelah 2000 telah berhasil dilakukan penyelidikan. Dari 12 kasus pelanggaran HAM berat, 4 kasus telah disidangkan, antara lain kasus Timor Timur, Abepura, Tanjung Priok, dan Paniai. "Sementara 12 kasus lain menunggu segera diselesaikan melalui pengadilan HAM atau penyelesaian nonyudisial," ujarnya.
Dalam penanganan pemulihan korban HAM secara nonyudisial, kata dia, Komnas HAM turut mendorong munculnya beberapa kebijakan. Di antaranya Kepres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Pelanggaran Nonyudisial HAM Berat Masa Lalu, Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat, dan Kepres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat.
"Besar harapan Komnas HAM dapat lakukan kerja sama dengan berbagai pihak, baik di tingkat nasional. regional, maupun internasional," kata Dhahana.
Pilihan Editor: Komnas HAM: Sejumlah Anak Eksil 1965 Ingin Jadi WNI