TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi I DPR untuk berani membuat surat pernyataan tidak pernah menerima aliran uang korupsi proyek pembangunan BTS 4G Badan Aksesabilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Bakti Kominfo. MAKI menyatakan seharusnya Komisi I DPR berani untuk membuat surat pernyataan itu apabila benar tidak menerima aliran duit.
“Kalau dana itu tidak ke sini, enggak diterima ramai-ramai, mereka seharusnya berani membuat surat pernyataan itu,” kata tim litigasi MAKI, Rudi Marjono di Gedung DPR, Kamis, 8 Juni 2023.
Surat tantangan sudah dikirimkan sejak akhir Mei lalu
Rudi menyatakan pihaknya melayangkan surat tantangan tersebut kepada Ketua DPR Puan Maharani sejak 31 Mei 2023. Dalam suratnya, MAKI meminta Ketua DPR untuk mendistribusikan surat pernyataan tidak menerima aliran dana dari dugaan korupsi BTS di Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Kominfo.
MAKI menyertakan lampiran berupa draft surat pernyataan yang siap diteken oleh para anggota dewan. Mereka juga bersedia menyediakan materai untuk ditempel di surat itu. MAKI menganggap surat pernyataan tersebut perlu dibuat untuk membuktikan bahwa Komisi I DPR memang tidak menerima aliran uang korupsi tersebut.
Menurut Rudi sampai sekarang pihaknya belum mendapatkan respons atas surat tersebut. Maka itu, Rudi datang kembali ke DPR untuk menagih balasan permintaan surat tersebut.
“Kami masih menunggu,” kata dia.
Kasus korupsi BTS di Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung telah menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus korupsi pembangunan BTS 4G Bakti Kominfo. Mereka adalah, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Anang Achmad Latif; Dirut PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak; Direktur PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; staf ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto; Account Director PT Hueawei Tech Investment Mukti Ali dan; pengusaha Windy Purnama.
Kejaksaan menduga para tersangka telah melakukan pemufakatan jahat berupa pengaturan tender dan penggelembungan harga. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menduga kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 8 triliun. Selain kerugian negara, Kejagung menduga terjadi Tindak Pidana Pencucian Uang dalam perkara ini.
Selanjutnya, dugaan aliran dana korupsi BTS Bakti Kominfo mengalir ke Senayan