TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menuding penguasa saat ini sedang berusaha menghabisi partainya melalui instrumen hukum. Salah satunya, kata AHY, melalui usaha perampasan kekuasaan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Menurut AHY langkah Moeldoko yang mengajukan Peninjauan Kembali alias PK ke Mahkamah Agung (MA) atau gugatan ke Partai Demokrat, termasuk abuse of power untuk menghabisi lawan politik
"Melalui PK KSP Moeldoko ini, maka sama saja sesungguhnya penguasa politik telah menggunakan instrumen hukum untuk menghabisi lawan-lawannya. Ini tidak sehat, ini berbahaya, dan ini akan mengusik rasa ketidakadilan kita semuanya," kata AHY di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Juni 2023.
AHY menyebut selama 2 tahun kepemimpinannya, Demokrat telah menghadapi gugatan yang diajukan oleh Moeldoko sebanyak 16 kali dan semuanya berhasil dimenangkan. Namun, kini Moeldoko kembali mengajukan gugatan karena mengaku memiliki novum baru.
Sehingga, menurut AHY, jika sampai gugatan Moeldoko itu dikabulkan akan sangat tidak masuk akal karena pernah ditolak hingga belasan kali.
"Seharusnya tidak ada celah sedikit pun bagi kemenangan PK KSP Moeldoko tersebut," ujar AHY.
Kronologi kisruh Demokrat dengan Moeldoko
Kisruh antara kubu Moeldoko dengan kubu AHY berawal saat mantan Panglima TNI itu dinyatakan terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Penetapan itu dilakukan oleh sejumlah kader dalam Kongres Luar Biasa yang diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada awal 2021 lalu. Kongres dilakukan setelah beberapa kader tersebut dipecat dan dituduh terlibat dalam kudeta.
Pihak AHY langsung mengumumkan adanya upaya kudeta partai yang dilakukan oleh Moeldoko. Kedua kubu pun membawa sengketa ini ke jalur hukum. AHY menjelaskan, kasasi telah menolak gugatan Moeldoko lewat putusan nomor 487/K/TUN 2022 pada 29 September 2022. Pernyataan itu diunggah di laman resmi Mahkamah Agung, pada Senin, 3 Oktober 2022.
Tapi kini, kata AHY, Moeldoko mengklaim telah menemukan 4 novum alias bukti baru dan mengajukan PK. AHY membantah novum yang diajukan Moeldoko tersebut merupakan bukti baru. Sebab, keempatnya sudah jadi bukti dalam sidang PTUN Jakarta dengan perkara nomor 150/G/2021 pada 23 November 2021.
Sebelumnya Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat pimpinan Moeldoko, Saiful Huda Ems, berharap MA mengadili PK yang diajukan partainya dengan seadil-adilnya. Berkas permohonan PK dengan Nomor 128 PK/TUN 2023 itu sudah masuk MA sejak medio Mei lalu.
"Adil itu tentu pula bukan berarti harus memberikan kemenangan yang sama bagi kedua belah pihak, melainkan dapat memutus perkara yang tepat sesuai dengan yang diatur oleh koridor hukum,” kata Saiful dalam keterangannya, Jumat, 26 Mei 2023.
Menurut Saiful ia sedari awal hendak mengoreksi secara total bahkan melakukan perlawanan terhadap perampokan partai. Perampok ini, menurut dia, adalah SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), serta Ibas Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang dijuluki Trio Cikeas.
Dia berujar upaya mengoreksi partai ini dilakukan melalui KLB di Deliserdang pada 5 Maret 2021 lalu. Upaya ini, kata dia, telah menguras tak hanya keringat, melainkan juga dana. “Pada awalnya tak sedikit yang mencaci maki kami. Namun seiring berjalannya waktu, orang mulai mengerti dan paham mengapa Demokrat harus direbut dan disterilkan dari Trio Cikeas,” kata Saiful.
Saiful berharap majelis hakim bisa memutus perkara ini dengan adil. Menurut dia, jika kepengurusan versi AHY tidak segera dihentikan, maka berpotensi memanen banyak politisi korup. "Besar harapan kami pada Mahkamah Agung untuk dapat segera memutus PK yang kami ajukan, dengan mempertimbangkan kemaslakhatan bagi bangsa ini,” kata dia.
Dalam beberapa kesempatan, Moeldoko enggan menanggapi langkah hukum tersebut.
Selanjutnya: Moeldoko bantah ada keterlibatan istana