TEMPO.CO, Jakarta -Mabes Polri menyatakan belum menemukan bukti pemerasan oleh dua anggota Divisi Hubungan Internasional dalam kasus penangkapan Warga Negara Kanada buronan Interpol, Stephane Gagnon, di Bali.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, mengatakan informasi yang mengatakan anggota Divhubinter terlibat pemerasan tidak benar. Menurut dia, berdasarkan konfirmasi dari Divhubinter, tidak ada anggotanya yang memeras WN Kanada tersebut.
Ramadhan berujar informasi tersebut berasal dari rencana pelaporan dari kuasa hukum Stephane Gagnon ke Propam. Namun nyatanya hingga saat ini belum ada pelaporan yang diterima Propam Polri perihal dugaan pemerasan tersebut.
“Jadi kalau ada yang mengatakan seperti itu kita tunggu laporannya. Saya ulangi, tidak ada personel Divhubinter yang melakukan pemerasan terhadap warga Negara Kanada. Sekali lagi kalau ada laporan akan ditunggu. Sampai sekarang belum ada laporan tersebut,” kata Ramadhan dalam konferensi pers, Rabu, 7 Juni 2023.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar Stefanus Satake mengatakan empat orang diperiksa dalam kasus ini. Dua orang adalah Gagnon dan kuasa hukumnya. Mereka diperiksa oleh Polda Bali. Kemudian, dua lainnya adalah anggota Divhubinter yang diperiksa di Propam Mabes Polri.
Stefanus menuturkan baik Polda Bali maupun Propam Polri masih melakukan penyelidikan ihwal kebenaran laporan tersebut. Namun Stefanus mengatakan Polda Bali telah mengantongi identitas makelar kasus yang diduga memeras Gagnon.
“Brokernya sedang dilakukan pencarian. Identitasnya ada, tapi sementara kita ini dulu. Masih kita lakukan penyelidikan,” kata Stefanus saat dihubungi, Selasa, 6 Juni 2023.
Polda Bali menangkap WN Kanada atas nama Stephane Gagnon, 50 tahun, pada 20 Mei 2023. Penangkapan Stephane berdasarkan pada red notice control Nomor A-6452/8-2022 tertanggal 5 Agustus 2022. Stephane Gagnon merupakan buronan pemerintah Kanada karena diduga melakukan tindak pidana penipuan dan pemalsuan di Kanada.
Kuasa hukum Stephane, Maruli Harahap, mengatakan kliennya sempat mengirim ratusan juta kepada perantara (middleman) dan dibagikan ke anggota Polri. Uang itu, kata dia, sebagai imbalan janji kliennya tidak akan ditangkap.
Maruli mengatakan kliennya didatangi perantara pada Februari lalu. Kepada Stephane, makelar kasus atau markus itu mengatakan Stephane akan ditangkap dalam 4-6 minggu ke depan. Sempat menghiraukannya, Stephane mengiyakan pemberian uang karena merasa terganggu.
“Karena merasa terganggu dan ingin agar tidak diganggu kembali, atas permintaan oknum-oknum tersebut, SG mengirimkan sejumlah uang sebesar Rp 750 juta, Rp 150 juta dan Rp 100 juta, kesemuannya dikirimkan melalui transfer,” kata Maruli saat dihubungi Tempo, Ahad, 4 Juni 2023.
Pada April, makelar kasus kembali meminta uang sebesar Rp 3 miliar agar tidak ditangkap. Namun Stephane mengabaikan mereka sampai kemudian ditangkap. Saat ditahan di rutan Polda Bali, makelar kasus kembali meminta Rp 3 miliar sebagai imbalan untuk dibebaskan. Stephane menolak.
Maruli menjelaskan uang itu ditransfer ke anggota di Divhubinter Polri dan anggota
lainnya. Ia mengaku memiliki bukti transfer, percakapan, dan video antara makelar kasus dengan orang yang diduga anggota Divhubinter Polri tersebut.
“Middleman ini bukan anggota (polisi), tapi waktu pertemuan pernah anggota itu datang. Dan chat antara mereka dengan anggota di screencap sama si middleman, ada di kita, bukti transfernya, nomor rekeningnya, nama dia pula,” kata Maruli.
Ia mengatakan telah melaporkan dugaan pemerasan ini ke Propam Mabes Polri melalui surel dan membuat laporan tertulis dalam beberapa hari ke depan. Namun Maruli belum merespons pertanyaan Tempo kapan akan membuat laporan resmi dugaan pemerasan oleh anggota Divhubinter ke Propam Polri.
Pilihan Editor: Irjen Krishna Murti Menduga Pelaku Pemerasan WN Kanada Makelar Kasus