TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberantas praktik bawahan menyetor uang kepada atasan seperti dalam kasus anggota Brimob Polda Riau Bripka Andry Darma Irawan.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan praktik ini bisa dikualifikasikan sebagai gratifikasi yang menahun dan membuat anggota tertekan. Selain itu, kata Sugeng, praktik ini akan berdampak membangun praktik pungli pada masyarakat dan pengusaha, atau bahkan akan menjadi beking pihak-pihak tertentu yang menjalankan praktek ilegal.
Menurut dia, kasus Bripka Andry anggota Brimob di Rokan Hilir, yang selalu diminta setor kepada atasannya, Kompol PS adalah masalah laten dalam praktik tertutup bagai fenomena gunung es gratifikasi dalam institusi Polri.
“Bisa dibayangkan seorang Bripka Andry yang gajinya hanya sekitar Rp 4 juta dengan tunjangan, harus menyetor puluhan juta bahkan ratusan juta diperintah menyetor kepada atasannya,” kata Sugeng dalam keterangan resmi, Selasa, 6 Juni 2023.
Sugeng menuturkan, jumlah setoran yang melebihi penghasilan resmi pasti akan menuntut Bripka Andry serta anggota lainnya yang berjumlah enam orang, akan terdesak mencari dana bahkan dari sumber yang ilegal, misalnya, menjadi beking usaha ilegal.
“Selain itu, ada fenomena anggota freelance atau bebas tugas setelah apel yang mana ini adalah praktik pelanggaran disiplin dan juga kode etik karena adanya tekanan harus setor pada atasan,” kata Sugeng.
IPW mendukung langkah Polda Riau menonaktifkan Kompol PS dan mendesak agar dilakukan pemeriksaan kode etik. Sugeng juga mendesak agar Polda Riau memproses pidana pemerasan dalam jabatan terhadap Kompol PS.
“IPW mendorong agar anggota-anggota Polri yang didesak oleh atasannya menyetor untuk menolak perintah atasan tersebut dan berani melaporkan pada atasan dari atasannya ini,” ujarnya.
Sebelumnya pengakuan Bripka Andry Darma Irawan di Instagram viral. Andry mengunggah foto bukti transfer, percakapan WhatsApp dengan Kompol PS, dan foto ibunya dirawat disertai pengakuan pada Senin, 5 Juni 2023.
Bripka Andry Wirawan berdinas di Batalyon B Pelopor Satuan Brimob Polda Riau di Manggala Junction Rokan Hilir (Rohil). Ia mengaku selama ini sering dimintai uang oleh atasannya. Pun ia keberatan dimutasi-demosi tanpa mengetahui kesalahannya.
"Saya dimutasi demosi tanpa ada kesalahan dari Batalyon B Pelopor ke Batalyon A Pelopor yang berada di Pekanbaru," tulis akun @andrydarmairawan07.2.
Andry juga menampilkan tangkapan layar bukti transferan dengan nilai beragam dengan penerima Kompol PS. Dia mengaku telah mendatangi Dansat Brimob Polda Riau bersama ibunya yang sedang sakit komplikasi untuk meminta pertimbangan terkait mutasinya.
Namun menurut pengakuan Andry Dansat Brimob yang ditemui mengatakan, alasan Andry dimutasi bukan karena ada kesalahan. Namun, ia dimutasi karena sudah telah terlalu lama bertugas di Kabupaten Rokan Hilir sehingga harus digeser ke Kota Pekanbaru.
"Kamu gak ada salah, kamu terlalu lama di sana, terlalu nyaman dan kamu tidak ada kontribusi kepada satuan," katanya dalam keterangan foto tersebut.
Setelah mendengar itu, Bripka Andry menjelaskan, dirinya telah menjalankan semua perintah Kompol PS. Salah satunya pengajuan proposal pembangunan Polindes ke Pemkab Rokan Hilir hingga klinik tersebut berdiri.
Lebih lanjut, Bripka Andry mengatakan Kompol PS meminta untuk mencarikan uang dari luar dan sudah disetorkannya total sebesar Rp 650 juta dilengkapi dengan bukti transfer. Uang itu dikirim secara bertahap.
"Lain lagi dana kebutuhan yang beliau perintahkan serta juga ada yang saya serahkan secara tunai kepada atasan dibuktikan dengan chat Whatsapp. Sebelum saya dimutasi, saya diminta oleh Kompol P mencari dana sebesar Rp 53 juta untuk membeli lahan," ujar Bripka Andry.
Saat ini, Propam Polda Riau tengah mendalami perihal curhatan Bripka Andry di sosial media itu. Hingga berita ini ditulis, Tempo masih berupaya meminta penjelasan dari atasan Andry.
Pilihan Editor: Deolipa Sebut Kasus Dugaan Gratifikasi Wamenkumham Masuk Tahap Penyelidikan