TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum DPR mendesak pemerintah segera menerbitkan aturan turunan pelaksana Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Anggota DPR Komisi III fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menyebut aturan teknis itu bakal jadi jaminan kepastian hukum dalam mengusut kasus kekerasan seksual yang masih marak terjadi.
Didik mengatakan kasus kekerasan seksual cenderung meningkat belakangan ini. Bahkan, kata dia, Indonesia saat ini berpotensi menghadapi situasi darurat kekerasan seksual sehingga pemerintah mesti bergerak cepat.
“Implementasi UU TPKS belum efektif lantaran belum ada aturan teknisnya. Kasus kekerasan seksual bisa menjadi fenomena gunung es dan sumber permasalahan yang lebih besar jika tidak segera tertangani dengan baik,” kata Didik dalam keterangannya, Selasa, 6 Juni 2023.
Dia menjelaskan, substansi UU TPKS sedianya sudah cukup komprehensif untuk menangani kasis kekerasan seksual. Sehingga, kata dia, perlindungan dan kepastian hukum terhadap korban bisa diberikan.
Didik menyebut penyidik kepolisian secara hukum mestinya menerima pengaduan perkara kekerasan seksual melalui UU TPKS. Namun pada praktiknya, dia menyebut banyak ditemukan penyidik kepolisian yang menolak menggunakan UU TPKS dengan berbagai alasan.
“Mulai dari menunggu Peraturan Pemerintahnya, belum ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari institusinya, hingga alasan lebih nyaman dengan aturan yang sudah ada sebelumnya,” kata dia.
Padahal dengan UU TPKS, Didik menyebut penyidik kepolisian tidak boleh menolak perkara kasus kekerasan seksual atas alasan apapun. Ia turut menyoroti banyaknya laporan dari pendamping korban kekerasan seksual ihwal penolakan perkara ini.
Di sisi lain, Didik menyebut penegak hukum masih kerap merespons kasus kekerasan seksual tanpa menggunakan paradigma perlindungan korban. Mengingat kasus kekerasan seksual semakin marak, ia berharap pemerintah segera menerbitkan aturan teknis UU TPKS.
“UU TPKS memastikan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan dalam tindak pidana kekerasan seksual dapat terpenuhi,” ujar dia.
Laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan ada 11.016 kasus kekerasan seksual pada 2022. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 alias naik dari tahun sebelumnya yang sebesar 4.162 kasus.
Sementara itu, Komisi Nasional Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual jadi kasus yang paling banyak dilaporkan pada 2022. Ada 2.228 kasus kekerasan seksual alias 65 persen dari total 3.422 kasus kekerasan berbasis gender.
Pilihan Editor: Bantah Isu Keretakan Presiden dan Megawati soal Cawapres, FX Rudy: Pak Jokowi Tau Itu Kewenangan Ketum