TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan bahwa kasus persetubuhan anak yang diungkapkan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Inspektur Jenderal Agus Nugroho sedang didalami Divisi Profesi dan Pengamanan.
"Sedang diteliti dengan Propram, ya, diteliti Propam," ujar Agus saat ditemui usai rapat dengan Komisi III DPR RI, Senin, 5 Juni 2023.
Agus enggan berkomentar banyak perihal diksi persetubuhan anak yang digunakan Polda Sulteng dalam kasus pemerkosaan remaja perempuan berinisial RO, 16 tahun, di Parigi, Sulawesi Tengah pada 31 Mei 2023.
Namun jika kasus tersebut mengandung unsur pidana, kata Agus, para tersangka dapat dipidanakan. "Kalau pidana ya dipidanakan," kata mantan Kapolda Sumatera Utara itu.
Sebelumnya, kasus perkosaan yang menimpa RO disorot oleh publik. Sebab korban diperkosa oleh 11 orang, mulai dari kepala desa, guru, bahkan anggota kepolisian.
Dalam konferensi pers 31 Mei 2023 Irjen Agus Nugroho memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur dibanding pemerkosaan. Alasannya karena tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman, sehingga tidak memenuhi dalil pemerkosaan dalam KUHP.
"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan, termasuk juga pengancaman terhadap korban," kata Agus Nugroho.
Agus berujar perubahan diksi perkosaan menjadi persetubuhan anak itu beracukan pada dalil KUHP. "Mengapa? Karena apabila kita mengacu pada istilah pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP, ini secara jelas dinyatakan bahwa unsur yang bersifat konstitutif di dalam kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan atau pun ancaman kekerasan, memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan," kata dia.
Agus Nugroho menuturkan peristiwa tersebut dikatakan sebagai persetubuhan anak di bawah umur karena kejadiannya tidak dilakukan secara bersama-sama. Sebelas terduga pelaku disebutnya melakukan perbuatan secara sendiri-sendiri dan di waktu yang berlainan.
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menilai kapolda keliru bila menyebut kasus tersebut bukan pemerkosaan. "Persetubuhan terhadap anak itu masuk kategori non-forcible rape (perkosaan tanpa paksaan). Jadi keliru Kapolda,” kata Chairul Huda saat dihubungi Tempo, Kamis, 1 Juni 2023.
Chairul berpendapat kapolda hanya mengambil perspektif berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal, ujar Chairul, korban anak semestinya memakai perspektif Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. "Harus pakai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016," ujar Chairul.
Pilihan Editor: Menganulir Diksi Persetubuhan Anak dalam Kasus Pemerkosaan di Parigi Moutong