INFO NASIONAL - Sebagai salah satu ekosistem penting, gambut dan mangrove menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati yang unik. Namun karena berbagai alasan, ekosistem gambut dan mangrove mengalami degradasi atau penurunan.
Indonesia memiliki luas ekosistem gambut sebesar 13,4 juta hektare dan ekosistem mangrove seluas 3,36 juta hektare. Pemerintah Indonesia melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), berkomitmen melaksanakan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove untuk mencegah degradasi. Lembaga ini menerapkan strategi 3R untuk merestorasi gambut.
Kepala Kelompok Kerja Teknik Restorasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Agus Yasin menjelaskan maksud 3R tersebut “Rewetting, revegetation, dan revitalization of livelihood.” Adapun untuk mangrove, pendekatannya menggunakan 3M, yakni Memulihkan, Meningkatkan, dan Mempertahankan.
Dari hasil analisis BRGM, kerusakan ekosistem gambut dan mangrove terjadi di Areal Penggunaan Lain (APL) ataupun di dalam kawasan hutan. Diketahui, lokasi ekosistem yang terdegradasi tidak memiliki keanekagaraman hayati tinggi atau kelimpahan spesies yang cukup.
BRGM bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah daerah, dan sektor swasta telah melakukan upaya-upaya pemulihan atas ekosistem gambut dan mangrove. Salah satu tujuan pemulihan untuk pemenuhan target NDC Indonesia.
“Tentunya dengan areal yang sangat luas ini sudah banyak pemanfaatan-pemanfaatan baik di gambut maupun di mangrove. Jadi tantangannya adalah ketika kita ingin melakukan restorasi, tapi sebagian sudah ada pemanfaatan, sehingga kita harus mencari jalan tengah antara untuk restorasi maupun untuk pemanfaatan,” kata Agus saat menjadi pembicara dalam Indonesia Forest Forum dengan tema “Peran Gambut dan Mangrove dalam Mempertahankan Keanekaragaman Hayati di Indonesia Menuju ENDC” yang tayang di kanal YouTube Tempo.co, Selasa, 30 Mei 2023.
Dalam beberapa kasus, BRGM juga mempunyai pilihan untuk pemulihan ekosistem di kawasan konservasi seperti di beberapa taman nasional, suaka margasatwa. Agus mencontohkan Taman Margasatwa Padang Sugihan di Banyuasin, Sumatera Selatan. Ketika BRGM melakukan pemulihan ekosistem gambut, terjadi pergeseran habitat gajah. “Tadinya habitat gajah ada di utara namun setelah dilakukan restorasi gambut home range mulai sampai ke selatan.” Menurut dia, memang terdapat perubahan perilaku dari adanya upaya restorasi.
BRGM, menurut Agus, terus bekerja maksimal agar restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove benar-benar memiliki kontribusi terhadap target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
Senior Program Director Yayasan Konservasi Indonesia, Fitri Hasibuan, menjelaskan nilai penting dari ekosistem mangrove dan gambut. Menurut dia, kedua ekosistem ini dikenal dengan ekosistem lahan basah atau wetland. oleh karena itu ekosistem ini memiliki keunikan dari sisi fungsinya termasuk fungsi dari habitat keanekaragaman hayati atau spesies sangat penting.
“Kita tahu kalau di ekosistem gambut banyak spesies penting yang critically endangered seperti orangutan, harimau sumatera, dan gajah,” kata dia. “Sementara di ekosistem mangrove kita juga menemukan spesies penting, contoh beberapa jenis ikan dan bekantan.”
Menurut Fitri, jasa ekosistem mangrove ataupun gambut sangat khusus yang tidak disediakan ekosistem-ekosistem lainnya, seperti hutan hujan di Indonesia.
Pakar Lingkungan Hidup Emil Salim, mengatakan Indonesia memiliki ekosistem yang berbeda-beda. “Maka ekosistem yang ada harus dipertahankan keasliannya. Bukan ekosistem Kalimantan diubah menjadi ekosistem Jawa,” kata mantan Menteri Lingkungan Hidup ini.
Emil menyerukan agar perlindungan gambut dan mangrove menjadi prioritas. Karena menurut dia, hutan gambut dan mangrove selain menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati, juga berfungsi sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Kedua kawasan ini berkontribusi signifikan dalam mitigasi perubahan iklim. (*)