TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah masih menunggu undangan dari Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk membahas bersama Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjelaskan, Pemerintah telah menyerahkan draf RUU tersebut, dan kini tengah menunggu jadwal pembahasan di Senayan.
Baca juga:
“Ya, kita tunggu dari DPR, kan mereka yang mengundang. Kan sudah diserahkan,” kata Yasonna saat ditemui usai acara Paralegal Justice Awards 2023 di Ancol, Jakarta Utara, Kamis, 1 Juni 2023.
Namun Yasonna enggan mengungkap lembaga mana yang akan mengelola aset rampasan tersebut. “Oh itu nanti kita bahas itu. Nanti aja itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan Surat Presiden (Surpres) tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana telah diterima pihaknya pada 4 Mei 2023 lalu. Dia mengatakan, Surpres tersebut akan dibahas terlebih dulu sebelum dibacakan dalam rapat paripurna Dewan.
"DPR sudah menerima surpresnya, nanti akan kami bahas sesuai mekanisme," kata dia saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 16 Mei 2023. Puan Maharani tak menampik dalam pidato pembukaan masa sidang V Tahun Sidang 2022-2023 kemarin dia memang tidak membacakan soal RUU Perampasan Aset.
"Jadi, memang dalam pembukaan pidato ketua DPR di masa sidang tidak akan dibacakan, karena belum masuk dalam mekanisme," ujar dia.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya telah menugasakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo untuk menjadi wakil Pemerintah dalam pembahasan bersama DPR RI.
Sejumlah pokok RUU Perampasan Aset ini belum pasti. Salah satunya mengenai lembaga mana yang akan mengelola aset hasil rampasan. Namun disebut ada tiga lembaga yang memiliki instansi pengelolaan aset, yaitu Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM.
Pemerintah sebetulnya telah menggandeng Universitas Paramadina untuk mengkaji kesiapan kementerian dan lembaga negara mengelola set hasil kejahatan. Kajian itu menyebut Kementerian Keuangan dianggap paling siap karena memiliki struktur dan sumber daya manusia hingga ke daerah.
Namun Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM juga mengklaim mampu menjadi lembaga yang mengurus aset. Kejaksaan punya Pusat Pemulihan Aset di bawah Jaksa Agung Muda Pembinaan. Sementara Kementerian Hukum dan HAM mengklaim bisa memelihara aset hasil kejahatan karena memiliki Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.
Dalam draf RUU Perampasan Aset mutakhir bertanggal 30 November 2022 menetapkan Kejaksaan Agung sebagai instansi yang akan menyimpan dan memelihara aset.
RUU Perampasan Aset telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 sebagai bagian dari usulan pemerintah. Indonesia diketahui juga telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset.
Mandeknya pembahasan RUU Perampasan Aset sebelumnya sempat mencuat dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Rapat awalnya membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan dengan jumlah Rp 349 triliun.
Di sela-sela rapat, Mahfud meminta DPR untuk segera memulai pembahasan tentang RUU Perampasan Aset. Dia mengatakan adanya UU Perampasan Aset akan mempermudah pemerintah dalam menyita aset yang berasal dari tindak pidana.
Pilihan Editor: Bambang Pacul Sebut Kabar MK Putuskan Sistem Proporsional Tertutup Hoaks
EKA YUDHA SAPUTRA | TIKA AYU | M ROSSENO AJI | RAYMUNDUS RIKANG | ANTARA