INFO NASIONAL - Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana mengunjungi SMPN 4 Pare. Sekolah ini mempunyai nilai sejarah dalam serangan umum tahun 1949.
Dalam kunjungannya tersebut, Mas Dhito--sapaan akrabnya, meminta kajian dan penelitian mengenai sejarah sekolah yang dulunya bernama Sekolah Tehnik (ST) Pare itu terus dilanjutkan.
Hal ini dilakukan atas permintaan Tentara Genie Pelajar (TGP) untuk menjadikan sekolah tersebut sebagai Museum Perjuangan serta setiap 22 Mei diperingati sebagai hari Serangan Umum 1949 sebagai pengingat perlawanan terhadap belanda.
Menanggapi permintaan tersebut, Mas Dhito meminta adanya kajian lanjutan guna meningkatkan keabsahan nilai sejarah. Sehingga kedepannya sekolah ini mempunyai identitasnya sebagai sekolah sejarah.
“Kami akan siap (mendukung) apabila kajian-kajiannya valid dan akurasinya tepat. Maka kami tidak sungkan untuk memberikan suport apa yang menjadi kebutuhan teman-teman dari TGP,” kata Mas Dhito, Senin, 22 Mei 2023.
Baca Juga:
Menurut Mas Dhito, jika seluruh kajian sudah dilalui dan tidak terjadi persoalan dengan validasi data, maka tidak menuntup kemungkinan peninggalan sejarah tersebut akan dimasukkan dalam muatan lokal di sekolah yang ada di Kabupaten Kediri.
“Kalau kajiannya sudah selesai, clear, tidak ada persoalan di kajian, maka tidak ada perosalan untuk kita masukkan ke muatan lokal,” ujar Mas Dhito.
SMPN 4 Pare dulunya adalah markas sekaligus tempat pembuatan logistik pertempuran oleh TGP. TGP merupakan siswa ST Pare yang ikut dalam perlawanan menghadapi Belanda di Serangan Umum 1949 di Pare.
Dengan sejarah besar tersebut, Kepala Sekolah SMPN 4 Pare, Nur Subiantoro, mengtakan, selama ini siswanya terus mendapat pemahaman bagaimana sekolahnya dulu menjadi saksi bisu perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pihaknya berencana akan mengkaji lebih dalam sejarah yang terjadi sekitar 103 tahun silam itu bersama akademisi sejarah, saksi-saksi yang masih hidup dan komunitas sejarah.
Ia berharap dengan adanya sejarah serangan umum yang tertuang dalam buku Serangan Oemoem 22 Mei 1949 karya Kangko Bambang Prasetyo itu bisa muncul kepermukaan dan menjadi sejarah nasional. “Mudah-mudahan perjuangan rakyat Pare ini akan masuk dalam sejarah nasional,” katanya. (*)