TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, mengatakan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Inspektur Jenderal Agus Nugroho keliru menyebut kasus pemerkosaan remaja 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) bukan pemerkosaan. Agus Nugroho menyebut kasus tersebut merupakan persetubuhan anak di bawah umur. “Kalau persetubuhan terhadap anak itu masuk kategori non-forcible rape (perkosaan tanpa paksaan). Jadi keliru Kapolda,” kata Chairul Huda saat dihubungi Tempo, Kamis, 1 Juni 2023.
Chairul mengatakan Kapolda hanya mengambil perspektif berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal, ujar Chairul, korban anak semestinya memakai perspektif Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. “Harus pakai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016,” ujar Chairul.
Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan kasus di Parimo bisa disebut pemerkosaan. Ia menjelaskan sepanjang persetubuhan dilakukan terhadap perempuan di bawah umur yang belum dewasa bisa dikategorikan sebagai perkosaan. Sebab, lanjutnya, ada pola relasi yang tidak seimbang antara laki-laki dengan perempuan yang belum dewasa karena sekalipun dilakukan atas suka sama suka, tindakan tersebut sudah merupakan perbuatan kekerasan terhadap anak. Fickar juga menyebut tindakan ini juga bisa disebut non-forcible rape atau perkosaan tanpa paksaan.
“Karena posisi perempuan dalam posisi yang oleh hukum dianggap belum dewasa atau memiliki kemampuan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dalam melakukan sebuah perbuatan orang dewasa,” kata Fickar kepada Tempo, Kamis, 1 Juni 2023.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, memakai istilah kasus di Parimo sebagai kejahatan seksual terhadap anak. Ia mengatakan, sejak dilaporkan orang tua korban, kesaksian korban atas 11 pelaku masih menghadapi kendala pembuktian, terutama menahan pelaku dari anggota Kepolisian atas insial MKS (sebelumnya disebut HST). “KPAI melihat agar kasus ini segera ditarik Ke Polda Sulawesi Tengah karena dugaan keterlibatan perwira Kepolisian. Saya kira kita harus paham TKP berada di Mako Polres Parimo,” kata Jasra dalam pesan kepada Tempo.
Pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti juga senada menyebut kasus ini sebagai kejahatan seksual terhadap anak. Mantan Komisioner KPAI 2017-2022 ini menegaskan tidak ada dalih suka sama suka dalam kasus pemerkosaan anak. Ia pun mengapresiasi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang menyorot kasus ini. “Saya mendesak Kapolri bertindak jika ada penyidik melindungi rekannya yang diduga sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap anak,” kata Retno dalam pesan tertulis kepada Tempo.
Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Joko Wienartono mengatakan Polda Sulteng telah menyangkakan pelaku dengan Pasal 81 Ayat (2) Undang – Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 Temtang Perlindungan Anak. Dengan pasal ini, pelaku terancam dengan hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. “Pasal ini ya g kami terapkan. Bapak Kapolda juga menyatakan penerapan pasal tersebut,” kata Joko saat dihubungi.
Dalam konferensi pers 31 Mei 2023, Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur dibanding pemerkosaan terkait kasus pemerkosaan terhadap anak 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo). Agus beralasan tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman dalam kasus tersebut. Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban," kata Irjen Agus dalam jumpa pers di Polda Sulawesi Tengah.
Agus mengatakan alasan dia mengganti dikai 'pemerkosaan' menjadi 'persetubuhan' anak karena mengacu pada dalil KUHP. "Mengapa? Karena apabila kita mengacu pada istilah pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP ini secara jelas dinyatakan bahwa unsur yang bersifat konstitutif di dalam kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan atau pun ancaman kekerasan, memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan," ujarnya.
Lihat juga: Polisi Tetapkan 10 Tersangka Kasus Asusila Gadis di Parigi Moutong
Ia mengatakan kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur ini juga tidak dilakukan secara bersama-sama. Sebelas terduga pelaku disebutnya melakukan perbuatan tersebut sendiri-sendiri dan di waktu yang berlainan.
Agus mengatakan, berdasarkan kesaksian korban, ia disetubuhi 11 pelaku secara sendiri-sendiri di waktu dan tempat yang berbeda dalam kurun 10 bulan dari April 2022 hingga Januari 2023. 11 inisial pelaku menurut keterangan korban, yakni Kepala Desa insial HR berusia 43 tahun; ARH alias Pak Guru SD berusia 40 tahun; wiraswasta inisial RK alias A berusia 47 tahun; AR alias R berusia 26 tahun, petani; MT alias E berusia 36 tahun, tidak memiliki pekerjaan; FN berusia 22 tahun, mahasiswa; K alias DD, 32 tahun, petani; AW yang sampai saat ini masih buron; AS, sampai saat ini masih buron; AK yang sampai saat ini masih buron; dan MKS yang berprofesi sebagai anggota Brimob Polri. MKS sampai saat ini masih dalam pemeriksaan dan belum berstatus tersangka.