TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Mahkamah Konstitusi untuk menolak gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu alias gugatan sistem proporsional tertutup. Perludem menyampaikan hal tersebut dalam kesimpulan yang mereka berikan ke MK selaku pihak terkait gugatan tersebut.
“Pembahasan dan evaluasi sistem pemilu memang penting, tetapi forumnya bukan di MK,” kata peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 31 Mei 2023.
Sebagaimana diketahui, MK saat ini tengah memproses gugatan mengenai sistem proporsional terbuka. Gugatan tersebut diajukan oleh kader PDIP Demas Brian Wicaksono dan lima koleganya. Salah satu pasal yang digugat adalah tentang pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2.
Tahapan sidang telah mencapai akhir, yakni penyerahan kesimpulan dari pihak terkait pada 31 Mei 2023. Ada sekitar 14 orang dan lembaga yang mengajukan diri sebagai pihak terkait, seperti PKS dan Partai Golkar, termasuk Perludem.
Kahfi menuturkan dalam kesimpulannya, Perludem ingin menekankan bahwa evaluasi mengenai pembenahan dan perbaikan sistem pemilu itu memang penting. Akan tetapi, dia menilai MK tidak memiliki wewenang untuk memutuskan perubahan sistem tersebut. Dia mengatakan perubahan sistem pemilu merupakan pilihan politik pembuat UU alias open legal policy. “Sistem Pemilu tidak memiliki isu konstitusionalitas,” kata dia.
Selain itu, Kahfi menilai bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur mengenai sistem pemilu yang harus diterapkan di Indonesia. Hal itu, kata dia, menegaskan bahwa sistem Pemilu merupakan pilihan politik bukan ranah konstitusi. “Kami melihat ini sebagai pilihan politik saja,” kata dia.
Kahfi mengatakan apabila Mahkamah Konstitusi pada akhirnya memutuskan Pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup, maka akan membuat demokrasi di Indonesia mandek. Sebab, kata dia, keputusan itu akan membuat Indonesia tidak memiliki peluang untuk menerapkan sistem Pemilu lainnya.
Menurut dia, ada berbagai macam sistem pemilihan yang pernah diterapkan di dunia ini. Jadi bukan hanya sistem proporsional tertutup atau terbuka saja. Apabila MK memutuskan sistem proporsional tertutup, kata dia, maka Indonesia tidak akan memiliki peluang untuk mencoba sistem pemilihan lainnya yang mungkin lebih cocok diterapkan.
“Jadi kita harus tekankan bahwa pemilihan sistem pemilu itu ada di forum legislasi, kita punya satu kesempatan untuk mendapatkan partisipasi publik yang bermakna lewat pemilu,” kata dia.
Pilihan Editor: Ramai Para Penolak Sistem Proporsional Tertutup: 8 Fraksi DPR, SBY hingga PSI