TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Putusan Mahkamah Konstitusi itu menuai kritik sejumlah mantan insan KPK.
Abraham Samad: menghilangkan kekhasan KPK
Ketua KPK 2011-2015 Abraham Samad mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi itu mengubah esensi filosofis dan latar belakang budaya dari pembentukan KPK itu sendiri. Menurut dia, sebabnya adalah masa jabatan empat tahun itu diberlakukan untuk menunjukkan tidak ada satu orang pun yang superpower di komisi antirasuah.
“Karena ia harus jadi role model bagi lembaga negara yang lainnya. Jadi, kalau disamakan, berarti sudah tidak punya kekhususan. Dia boleh jadi eksekutif, tapi harus punya ciri khas,” kata Samad pada Tempo 25 Mei 2023 lalu.
Saut Situmorang: curiga ada kepentingan politis
Wakil Ketua KPK 2015-2019 Saut Situmorang menduga putusan perpanjangan masa jabatan itu mengandung konflik kepentingan. Pasalnya, menurut dia, bisa jadi perpanjangan masa jabatan komisioner KPK berkaitan dengan revisi UU Mahkamah Konstitusi yang mengatur juga pengubahan masa jabatan hakim konstitusi.
“Argumentasi dan nalar hukumnya MK ini sudah diwarnai dengan kepentingan politik. Apalagi kalau bukan kontestasi pada 2024,” kata Saut pada Kamis 25 Mei 2023 melalui sambungan telepon ke ponselnya.
Novel Baswedan: Seharusnya berlaku pada kepemimpinan berikutnya
Mantan Penyidik Senior KPK Novel Basweda mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi itu seharusnya baru bisa berlaku pada periode pimpinan KPK yang berikutnya. Sebab, menurut dia, komisioner KPK yang sekarang dilantik untuk masa jabatan 2019-2023.
“Karena, presiden tentunya saat mengangkat pimpinan KPK kan dengan SK (Surat Keterangan). SK-nya itu kurang lebih mengatakanperiode KPK untuk 2019-2023,” ujar dia di Mabes Polri pada Jum’at 26 Mei 2023.
Bambang: jika nekat diterapkan jabatan pimpinan saat ini, maka inkonstitusional
Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan seharusnya putusan Mahkamah Konstitusi itu diterapkan pada masa era pimpinan berikutnya. Ia menambahkan jika putusan itu diterapkan pada era kepemimpinan Firli Bahuri cs, maka akan terjadi tindakan yang inkonstitusional karena melanggar UUD 1945.
“Ada prinsip non-retroaktif yang tersebut secara implisit di dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 yang harus diberlakukan atas putusan MK itu. Oleh karena itu, pemberlakukan atas putusan itu tidak serta merta dapat dilaksanakan pada periode jabatan pimpinan KPK saat ini,” ujar dia dalam keterangan tertulis pada Jum’at 26 Mei 2023.
Pilihan Editor: PBHI Ungkap Kejanggalan Putusan MK: Singkatnya Waktu dan Penafsiran Brutal