TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia adalah negara yang telah mengalami berbagai perubahan signifikan dalam sejarahnya, termasuk dalam bidang ekonomi dan politik. Salah satu periode penting dalam sejarah Indonesia adalah era reformasi, yang dimulai setelah jatuhnya rezim otoriter pada tahun 1998.
Selama masa ini, presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie, berperan penting dalam melakukan reformasi ekonomi dan reformasi pemilu. Dalam masa jabatannya, Habibie bertekad menghilangkan praktik monopoli dan memperbaiki proses pemilihan umum di Indonesia.
Reformasi ekonomi
Dalam upayanya untuk melawan praktik monopoli, BJ Habibie menerapkan kebijakan yang bertujuan untuk mendorong persaingan sehat di sektor ekonomi. Ia menyadari bahwa monopoli merugikan masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang sehat.
Melalui langkah-langkah reformasi ekonomi, Habibie berusaha menghapuskan praktik monopoli dan memberikan kesempatan yang adil bagi pelaku usaha. Upaya ini termasuk memperketat pengawasan terhadap perusahaan besar dan menggalakkan persaingan di sektor yang sebelumnya dikuasai oleh monopoli.
Mengutip dari Antaranews, inflasi yang tinggi di Indonesia pada saat itu dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang mencapai Rp16.650 berhasil dikendalikan Habibie. Dampaknya terhadap perekonomian Indonesia yang mengalami kehancuran pada waktu itu mulai pulih.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menguat menjadi Rp7.000 pada akhir 1998. Pertumbuhan ekonomi pada 1999 mencapai 0,79 persen, menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan dengan 1998 yang mengalami penurunan.
Reformasi pemilu
Selain reformasi ekonomi, BJ Habibie juga berkomitmen untuk melakukan reformasi dalam sistem pemilihan umum di Indonesia. Pemilu yang bebas, adil, dan transparan adalah salah satu pilar demokrasi yang penting.
Habibie menyadari pentingnya pemilihan umum yang berkualitas untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Untuk itu, beliau berupaya meningkatkan integritas pemilu dan menghilangkan praktik-praktik curang yang terjadi pada masa sebelumnya.
Atas desakan publik, BJ Habibie mempercepat pemilihan umum baru untuk segera mengganti hasil pemilu 1997. Mengutip dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilu tersebut dilaksanakan pada 7 Juni 1999, hanya dalam waktu 13 bulan masa kekuasaan Habibie.
Salah satu alasan diadakannya pemilu adalah untuk mendapatkan pengakuan dan kepercayaan dari publik, termasuk masyarakat internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga yang terbentuk dari pemilu 1997 dianggap tidak dipercaya. Langkah ini kemudian diikuti dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden baru.
Dengan pemilu yang dipercepat, bukan hanya terjadi pergantian anggota DPR dan MPR sebelum masa jabatannya berakhir, tetapi Presiden Habibie juga memutuskan untuk memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung hingga 2003.
Ini merupakan kebijakan yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana seorang presiden mengakhiri masa jabatannya lebih awal.
Dalam rangka melaksanakan reformasi pemilu, BJ Habibie mengambil beberapa langkah penting. Salah satunya adalah membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen dan profesional.
KPU bertugas mengatur dan melaksanakan pemilu dengan transparansi dan kejujuran. Langkah ini bertujuan untuk menjamin bahwa pemilihan umum dilakukan secara adil dan bebas dari intervensi pihak yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu, Habibie juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pemilu. Ia memperkenalkan sistem pemilu yang lebih terbuka dan inklusif, memberikan kesempatan kepada partai-partai politik yang sebelumnya dilarang untuk ikut serta dalam pemilu.
Tindakan ini bertujuan untuk memperkaya pilihan politik masyarakat dan memberikan kesempatan bagi partai-partai yang lebih kecil untuk berkompetisi secara adil.
Melalui reformasi ekonomi dan reformasi pemilu yang dilakukan selama masa kepemimpinannya, BJ Habibie telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perubahan sosial dan politik di Indonesia.
Namun, upaya reformasi yang dilakukan oleh Habibie tidak lepas dari tantangan dan kritik. Meskipun demikian, perannya dalam mendorong perubahan dan melawan praktik-praktik yang merugikan masyarakat patut diakui dan diapresiasi.
Pilihan Editor: BJ Habibie: Reformasi Sesuai Rencana tapi Sasarannya Masih Jauh
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.