Setelah mendapatkan mandat dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai bakal calon presiden, Ganjar Pranowo, telah melaksanakan safari ke sejumlah daerah. Selain Banten, Ganjar sebelumnya juga telah mengunjungi beberapa provinsi seperti Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Sumatera Selatan.
Dalam safari politiknya, Ganjar juga menyempatkan hadir ke kantor-kantor Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di daerah tersebut. PPP sebelumnya juga telah mendeklarasikan dukungannya kepada Ganjar untuk menjadi bakal calon presiden pada Pilpres 2024.
Elektabilitas Ganjar turun
Meskipun rajin melakukan safari politik, sejumlah lembaga survei justru menyebut elektabilitas Ganjar saat ini dalam tren negatif alias turun. Ganjar bahkan berhasil disalip oleh bakal calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Lembaga Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebut turunnya elektabilitas Ganjar disebabkan tiga faktor. Pertama, masyarakat menilai Ganjar sebagai penyebab gagalnya pergelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Pria yang identik dengan rambut berwarna putih itu, bersama Gubernur Bali I Wayan Koster yang juga kader PDIP, sebelumnya memang menyuarakan penolakan kehadiran Timnas Israel di Indonesia yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Penolakan itu membuat FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah.
Faktor kedua, menurut LSI, masyarakat menilai Ganjar sebagai petugas partai. Hal itu dinilai melemahkan posisi Ganjar.
"Ini membuat Ganjar tidak kuat karena keputusan Ganjar harus meminta surat tugas ke Ketum Partai. Bahkan ada presespsi yang menyebut Ganjar boneka partai," kata peneliti LSI, Adjie Alfaraby dalam pemaparannya, jumat pekan lalu, 19 Mei 2023.
Ketiga, Ganjar Pranowo dinilai gagal mengatasi masalah kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah yang dia pimpin. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Jawa Tengah menjadi daerah termiskin kedua di Indonesia saat ini.
Padahal menurut Adjie, penanganan kemiskinan merupakan isu penting dan prioritas. Sehingga sebagai Gubernur Jawa Tengah dua periode, Ganjar Pranowo dianggap gagal menangani isu kemiskinan.