TEMPO.CO, Jakarta - Seluruh gugatan yang diajukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK Nurul Ghufron dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi alias MK. Salah satunya ihwal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Kendati begitu, sempat terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat antar hakim MK. Dissenting opinion tersebut disampaikan oleh empat Hakim. Mereka menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Hakim yang mengajukan perbedaan pendapat itu adalah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih dan Suhartoyo.
Dalam pertimbangannya, keempat hakim memberikan alasan menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan latar belakang pembentukan KPK serta desain lembaganya, pengaturan kelembagaan KPK merupakan wewenang pembuat Undang-Undang.
“Pembuat UU berwenang menerjemahkan kebutuhan masyarakat dan memotret dinamika permasalahan yang ada sehingga dapat menilai relevansi kelembagaan KPK sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi dan independent dari KPK,” kata dia saat membacakan putusan MK Kamis 25 Mei 2023.
Berikut profil keempat hakim yang menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Wahiduddin Adams. mkri.id
1. Wahiduddin Adams
Wahiduddin Adams adalah seorang birokrat dan hakim Indonesia. Saat ini dia menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia sejak 21 Maret 2014. Sebelum terjun sebagai hakim, pria kelahiranPalembang, 17 Januari 1954 ini merupakan seorang birokrat di Kementerian Hukum dan HAM. Dia pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan dari 2010 hingga 2014.
Adams menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Pulau Gemantung pada 1966. Kemudian Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada 1969, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada 1972. Dia mengemban pendidikan perguruan tinggi Peradilan Islam di Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta pada 1979.
Adams juga pernah menuntut ilmu di Belanda, De Postdoctorale Cursus Wetgevingsleer di Leiden, pada 1987. Dia mengambil gelar magister di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada 1991 dengan studi Hukum Islam. Pendidikan S3-nya juga diemban di sana dengan studi yang sama pada 2002. Pada 2005, dia mengambil S1 lagi di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Jakarta.
Beberapa karier Adams antara lain Direktur Fasilitasi Perencanaan Peraturan Daerah (Eselon IIA) pada Dirjen PPU, Departemen Hukum dan HAM RI pada 2004-2010, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Eselon IA) pada Kementerian Hukum dan HAM RI pada 2010-2014.
Dosen Mata Kuliah Ilmu Perundang-Undangan pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta sejak 2002 hingga sekarang. Dosen Mata Kuliah Ilmu Perundang-Undangan pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta pada 2006-sekarang.
Saldi Isra mengucap sumpah sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat acara pelantikan yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, 11 April 2017. ANTARA/Rosa Panggabean
2. Saldi Isra
Saldi Isra adalah akademisi dan hakim Indonesia. Dia menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2023-2028. Saldi berkedudukan sebagai Hakim Konstitusi mulai 11 April 2017. Sebelumnya, dia mengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Pria kelahiran 20 Agustus 1968 ini mengenyam pendidikan S1 Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas pada 1995. Pendidikan S2-nya di Institute of Postgraduate Studies and Reserch University of Malaya Kuala Lumpur-Malaysia pada 2001. Serta S-3 Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 2009.
Enny Nurbaningsih. mkri.id
3. Enny Nurbaningsih
Enny Nurbaningsih adalah seorang hakim Indonesia. Dia menjabat sebagai Hakim Konstitusi mulai 13 Agustus 2018. Sebelum menjadi hakim konstitusi, wanita kelahiran27 Juni 1962 ini merupakan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan akademisi yang mengajar di Universitas Gadjah Mada.
Enny Nurbaningsih akhirnya terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia. Wanita kelahiran Pangkal Pinang tersebut terpilih oleh panitia seleksi calon hakim konstitusi setelah melalui seleksi ketat.
Riwayat pendidikan Enny yaitu S-1 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 1981. Kemudian S-2 Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung pada 1995. Serta S-3 Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada 2005.
Hakim Mahkamah Konstitusi periode 2020-2025 Suhartoyo mengucapkan sumpah jabatan saat dilantik di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 7 Januari 2020. Suhartoyo merupakan hakim MK yang diusulkan Mahkamah Agung (MA). Ini merupakan periode keduanya menjabat sebagai hakim konstitusi. TEMPO/Subekti
4. Suhartoyo
Suhartoyo merupakan seorang hakim Indonesia. Pria kelahiran 15 Oktober 1959 ini menjabat sebagai Hakim Konstitusi mulai 7 Januari 2015. Sebelum menjadi hakim konstitusi, dia merupakan seorang hakim karier di lingkungan Peradilan Umum, penugasan terakhirnya di Pengadilan Tinggi Denpasar.
Pada 1986, Suhartoyo pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Dia dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga 2011. Di antaranya Hakim PN Curup pada 1989, Hakim PN Metro pada 1995, Hakim PN Tangerang pada 2001, Hakim PN Bekasi pada 2006 sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Dia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi pada 1999, Ketua PN Praya pada 2004, Wakil Ketua PN Pontianak pada 2009, Ketua PN Pontianak pada 2010, Wakil Ketua PN Jakarta Timur pada 2011, serta Ketua PN Jakarta Selatan pada 2011.
Adapun pendidikan yang pernah diemban Suhartoyo yaitu S1 di Universitas Islam Indonesia pada 1983. S2 di Universitas Taruma Negara (pada 2003. Serta, S3 di Universitas Jayabaya pada 2014.
Pilihan Editor: Alasan 4 Hakim MK Dissenting Opinion Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK, Argumen Ghufron Hanya Asumsi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.