TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, A. Khoirul Umam menanggapi hasil survei yang menyebutkan elektabilitas Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (Bacapres) stagnan. Menurut dia, hal itu disebabkan dua faktor.
Umam menyatakan faktor pertama adalah karena posisi Anies yang belum terlalu jelas. Meskipun belakangan Anies mulai rajin mengkritik pemerintahan, Umam menilai hal itu belum bisa menjelaskan apa yang membuat dia berbeda dari dua Bacapres lainnya, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Dia menyatakan Anies belum bisa menjelaskan narasi perubahan yang dia usung.
Baca Juga:
"Karena itu, Anies perlu kerja lebih keras dengan menjelaskan poin-poin perubahan apa yang membedakannya dari Capres lain yang mewakili narasi keberlanjutan," kata Umam melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 24 Mei 2023.
Anies belum umumkan pendampingnya
Kedua, menurut Umam, elektabilitas Anies stagnan karena belum adanya kepastian siapa yang akan menjadi pendampingnya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Anies sempat menyatakan telah mengantongi nama bakal calon wakil presiden (Bacawapres) yang akan mendampinginya saat menghadiri perayaan ulang tahun atau Milad PKS di DI Yogyakarta pekan lalu. Akan tetapi dia menyatakan belum akan mengumumkannya.
Umam menilai Anies belum mengumumkan nama Bacawapres karena menunggu sinyal dari Partai NasDem. Sementara di sisi lain, menurut dia, NasDem masih menunggu kepastian apakah Partai Golkar akan bergabung dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
"Menurut sejumlah informasi spekulatif, masuknya Golkar ke koalisi perubahan akan menunggu kepastian proposal mereka sebagai Cawapres Prabowo diterima atau tidak," kata Umam.
Umam menilai rencana masuknya Golkar ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan logis. Pasalnya, adalah dianggan sebagai "ibu kandung" NasDem. Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, merupakan mantan kader partai berlambang beringin tersebut.
"Dan pertemuan Golkar-Nasdem akan mempertemukan nama-nama besar seperti Jusuf Kalla, Surya Paloh dan Luhut Binsar Panjaitan," kata dia.
Meskipun demikian, dia menilai ada satu kendala bagi Golkar untuk bergabung dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Dia menilai Golkar tak ingin bernasib seperti NasDem yang kemudian disingkirkan dari lingkaran Presiden Jokowi.
"Apalagi celah kerentanan hukum figur Airlangga (Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto) dinilai tergolong tinggi," kata dia.
Selanjutnya, Anies dinilai harus lebih berani