TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan sudah menemukan berbagai kejanggalan dalam proyek pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak lama. Proyek ini menyeret Menteri Kominfo Johnny Plate dan lima orang lainnya menjadi tersangka.
“Kami simpulkan telah terdapat cukup bukti bahwa yang bersangkutan diduga terlibat dalam peristiwa tindak pidana korupsi proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi, di kantornya, Rabu, 17 Mei 2023.
Proyek BTS mulai dikerjakan oleh Kominfo melalui Badan Layanan Usaha Badan Aksesibilitas dan Komunikasi (BAKTI) sejak 2021. Proyek ini menargetkan pembangunan 9.000 unit BTS di daerah dengan kategori 3T. Proyek ini merupakan bagian dari rencana percepatan transformasi digital di Indonesia.
BPK menemukan sejumlah permasalahan sejak proyek ini berlangsung pada 2021. Permasalahan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Kominfo tahun 2021. Berikut merupakan sejumlah kejanggalan yang ditemukan BPK.
1. Kelebihan Bayar
BPK menemukan terjadi kelebihan bayar dari BAKTi kepada penyedia sebesar Rp 18,7 miliar. Kelebihan pembayaran terjadi pada paket I sebesar Rp 9,5 miliar, paket III Rp 6,034 miliar dan paket V sebanyak Rp 3,1 miliar.
Dalam laporannya BPK telah meminta penjelasan kepada pejabat pembuat komitmen. Pejabat itu menyatakan kelebihan pembayaran terjadi karena perubahan desa atau lokasi, yang mengakibatkan perbedaan kebutuhan spesifikasi teknsi serta konfigurasi antara lokasi pekerjaan semula dan lokasi pekerjaan yang baru.
2. Keterlambatan Pembangunan BTS
BPK menemukan keterlambatan dalam pembangunan BTS. Pembangunan tahap I sebanyak 4.200 unit seharusnya rampung pada 31 Desember 2021. Namun, hingga Maret 2022, ternyata jumlah tower yang telah menerima berita acara uji penerimaan baru 1.012 unit. BPK menilai masalah keterlambatan itu terjadi karena PPK lalai mengendalikan dan mengawasi kegiatan proyek BTS 4G.
PPK dianggap juga tidak mencermati isi perjanjian yang telah ditetapkan. Selain itu, para penyedia tidak sepenuhnya mematuhi ketentuan dalam kontrak, khususnya batas penyelesaian pekerjaan. Keterlambatan ini memunculkan masalah selanjutnya, yaitu denda. BPK menyebutkan seharusnya kontraktor dikenai denda keterlambatan. Berdasarkan kontrak denda yang harus dibayar maksimal 5 persen dari sisa nilai prestasi pekerjaa yang belum diselesaikan.
3. Kelemahan pada Kontrak Dll
Selain mendapati dua temuan tersebut, BPK menemukan kelemahan dalam pelaksanaan kontrak pembelian. BPK juga menemukan perbedaan lokasi pembangunan BTS 4G dengan yang tertera pada kontrak, serta pencatatan aset hasil kegiatan proyek dianggap belum memadai.
Pilihan Editor: JK Harap Presiden Terpilih Bisa Bebaskan Indonesia dari Jeratan Utang