TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah jurnalis yang tergabung dari Koalisi Wartawan Anti Kekerasan (KWAK) Sumatera Barat mengelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat. Aksi tersebut merupakan buntut dari pengusiran jurnalis saat ingin meliput Pelantikan Wakil Walikota Padang pada Selasa 9 Mei 2023.
Aksi tersebut dimulai dari Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar. Kemudian, ratusan jurnalis long march menuju depan Kantor Gubernur Sumbar.
Lalu, massa aksi melakukan orasi dan tabur bunga. Dari pantauan Tempo, massa juga melakukan aksi teatrikal dengan adegan seorang pejabat pemerintah saat diwawancarai jurnalis.
Setelah itu, telihat para jurnalis melepas kartu pers secara bersama-sama. Lalu juga terlihat kain putih yang bertuliskan Wartawan Sumbar Melawan dibentangkan dan ditanda tangani oleh para massa aksi.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, Aidil Ichlas mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh Pemprov Sumbar terhadap jurnalis pada Selasa, 9 Mei 2023 merupakan bentuk perampasan kebebasan pers. Peristiwa itu tidak hanya terjadi sekali saja di tahun 2023 ini. Sebelumnya, Gubernur Sumbar juga pernah mengatakan hoaks kepada sejumlah pemberitaan terkait pengunaan mobil dinas untuk mudik.
"Aksi ini bentuk solidaritas kami terhadap kawan-kawan kami menjadi korban pengusiran saat ingin meliput Pelantikan Wakil Walikota Padang. Ini bukan hanya sekali dilakukan, sudah sering," kata Aidil.
Dia menjelaskan, massa aksi merupakan gabungan dari jurnalis yang ada di Sumatera Barat. Mereka berasal dari Kota Bukittinggi, Kabupaten Mentawai, Solok dan Kabupaten Solok. "Tadi ada sekitar 100 lebih yang hadir di depan Kantor Gubernur Sumbar yang tergabung di dalam KWAK," ujarnya.
Selain aksi di depan Kantor Gubernur Sumbar, KWAK juga langsung mendatangi kantor Mapolda Sumbar untuk membuat laporan. Karena pengusiran itu sudah masuk bentuk penghalangan kerja pers.
"Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers sudah jelas mengatur. Barang siapa yang menghalangi kerja pers dapat dipidana. Karena unsur pidananya telah jatuh, maka kami buat laporan," katanya.
Dia berharap, aksi kali ini menjadi efek jera bagi pelaku dan kebebasan pers semakin sehat di Sumbar. "Kami ingin tidak hanya pelaku tetapi aktor intelektual juga dihukum. Siapa yang menyuruh untuk mengusir, itu juga harus diungkap," kata dia.
Kemudian, Salah satu jurnalis yang menjadi korban, Lisa Septi menjelaskan, pelantikan itu dijadwalkan pada pukul 14.00 WIB. Namun, diundur lantaran Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi belum datang. "Saya bersama jurnalis lainnya sudah berada di ruang pelantikan sambil menunggu Gubernur Sumbar," ucapnya.
Saat itu media tidak disediakan kursi. "Jadi kami semua berdiri," katanya.
Lalu, setelah itu ada petugas mendatangi sejumlah jurnalis tersebut dan mempersilakan mereka keluar dengan alasan yang tidak jelas. "Sejak awal saya juga sudah dilarang untuk masuk tanpa alasan, tetapi saya cari jalan lain, walaupun akhirnya tetap juga diusir," ucap Lisa.
Ia mengatakan, jurnalis sama sekali tak boleh melihat proses pelantikan. "Pintu masuk pun ditutup oleh petugas yang ada di dalam," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi profesi wartawan yang terdiri dari AJI Padang, IJTI Sumbar, FPI Padang dan PWI Sumbar juga membuat pernyataan sikap bersama mengenai kejadian tersebut. Pernyataan sikap yang diterima tempo itu tertulis 7 poin tuntutan yaitu,
1. Tindakan penghalangan yang dilakukan oleh pegawai Pemprov Sumbar saat pelantikan Wakil Walikota Padang itu, merupakan bentuk penghalangan terjadap tugas jurnalistik. Karena para jurnalis tidak bisa meliput dan kehilangan berita. Sementara berita pelantikan itu juga penting untuk masyarakat.
2. Penghalangan yang dilakukan pegawai Pemprov Sumbar telah melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, berbunyi: Bagi seseorang yang dengan sengaja menghalangi wartawan menjalankan tugasnya dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi dapat dikenakan pidana.
3. Pemprov Sumbar telah mengabaikan kerja-kerja jurnalistik dan seakan tidak mengakui keberadaan pers, sebagai penyampai informasi kepada publik.
4. Jika alasan ruangan penuh, seharusnya telah disiapkan mekanisme teknis yang disepakati bersama, sehingga tidak ada jurnalis yang kehilangan berita.
5. Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah seharusnya segera menindaklanjuti persoalan ini, karena persinggungan dengan jurnalis sudah berulangkali terjadi.
6. Pihak Pemrov Sumbar harus segera menindak jajarannya yang telah mengusir jurnalis. Jika tidak, Pers Sumatera Barat akan menuntut melalui jalur hukum.
7. Mengimbau seluruh jurnalis untuk selalu mentaati Kode Etik Jurnalistik.
Pilihan Editor: 3 Orang Mahasiswa UBH Padang Ditahan Selama Tiga Jam usai Gelar Aksi saat Kunjungan Wapres