TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta meyakini bahwa mantan perwira Polri Hendra Kurniawan tidak terperdaya oleh skenario bohong Ferdy Sambo dalam pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua. Hakim meyakini Hendra justru turut berperan dalam upaya menutupi pembunuhan berencana tersebut.
“Hendra Kurniawan bukanlah seperti yang digambarkan oleh penasihat hukum terdakwa, yaitu terperdaya skenario kebohongan Ferdy Sambo, justru menurut majelis hakim tingkat banding, terdakwa Hendra Kurniawan turut berperan,” kata Ketua Majelis Hakim Nelson Pasaribu saat membacakan pertimbangan vonis tingkat banding Hendra Kurniawan, pada Rabu, 10 Mei 2023.
Nelson mengatakan pendapat majelis hakim itu dikuatkan oleh fakta bahwa pada 13 Juli 2022, Hendra menanyakan kepada koleganya Arif Rahman Arifin untuk memastikan bahwa file dalam laptop dan flashdisk yang berisi rekaman video CCTV pembunuhan Yosua sudah dihapus. Dengan penghapusan itu, kata Nelson, terhapus sudah bukti tentang pembunuhan Brigadir Yosua. “Karena itu, majelis haki menolak pertimbangan yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa,” ujar Nelson.
Pertimbangan tersebut pula yang menguatkan keyakinan Nelson dan hakim anggota Tony Pribadi serta Sugeng Hiyanto bahwa Hendra bersalah dalam kasus obstruction of justice atau menghalangi proses hukum pembunuhan berencana Yosua. Majelis hakim memutuskan untuk menguatkan hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Hendra. Dengan demikian, Hendra tetap dihukum 3 tahun penjara.
Mantan Karopaminal Divpropam Polri itu diketahui mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan pada Jumat, 3 Maret 2023. PN Jakarta Selatan memvonis Hendra dengan hukuman 3 tahun penjara karena terbukti melakukan perintangan proses hukum terhadap kasus pembunuhan Brigadir J.
Hendra dinyatakan bersalah melanggar Pasal 48 juncto Pasal 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Agus dinilai terbukti melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hendra Kurniawan menjadi terdakwa kasus obstruction of justice karena dinilai ikut membelokkan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas mantan Kepala Divisi Propam Polri, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Hendra yang merupakan mantan Kepala Biro Paminal Polri sempat mengikuti perintah Sambo agar kasus ini ditangani secara internal saja, tidak secara pidana.
Hendra Kurniawan dan Agus juga divonis karena ikut terlibat dalam upaya penghilangan alat bukti berupa rekaman kamera keamanan atau CCTV (Closed Circuit Television) di sekitar rumah dinas Sambo. Rekaman yang belakangan ditemukan tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tersebut berperan penting dalam mengungkap skenario palsu kematian Brigadir Yosua.
Pilihan Editor: Pengadilan Tinggi Ogah Bahas Keberatan Ferdy Sambo soal Disparitas Vonis Richard Eliezer