TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan tindakan bos salah satu perusahaan di Cikarang yang tidak memperpanjang kontrak pegawai perempuan karena menolak staycation merupakan bentuk pelanggaran HAM.
"Jika benar isu viral di Cikarang tersebut terjadi, maka ini bukan semata pelanggaran hukum, tetapi juga permasalahan HAM," kata Dhahana dalam keterangan resmi, Sabtu, 6 Mei 2023.
Ia mengatakan modus keji pelecehan seksual yang dilakukan atasan di perusahaan semacam itu dinilai benar-benar mencederai hak asasi para pekerja perempuan. Padahal, kata Dhanana, pemerintah telah berkomitmen untuk terus mendorong penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM (P5HAM) bagi perempuan.
Selain UUD NRI 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, komitmen perlindungan HAM bagi perempuan yang dilakukan pemerintah adalah dengan meratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984.
Di dalam CEDAW, kata Dhahana, negara pihak didorong untuk memberikan jaminan keamanan dan perlindungan bagi perempuan termasuk di dunia kerja. “Semangat P5HAM bagi perempuan di tanah air juga kini semakin dikuatkan dengan adanya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” kata dia.
Menurut Dhahana pada Pasal 12 dan 13 UU TPKS sangat jelas memberikan ancaman serius bagi pihak yang melakukan penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan keuntungan berupa eksploitasi seksual. Adapun bunyi dari Pasal 12 UU TPKS : “Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Ada pun pasal 13 UU TPKS berbunyi sebagaimana berikut, “Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
"Karena itu, kami mengecam modus pelecehan seksual semacam ini karena jelas bertentangan dengan nilai-nilai HAM yang telah diadopsi dengan baik di dalam peraturan perundangan-undangan," kata Dhahana.
Untuk menindaklanjuti isu staycation ini, ia mengatakan Direktorat Jenderal HAM akan berkoordinasi bersama Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemerintah Provinsi Jawa barat, dan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
"Kami sudah minta Pak Direktur Yankomas agar segera berkoordinasi baik dengan KemenPPPA, Kemenaker maupun Disnaker Provinsi Jabar dan Kabupaten Bekasi untuk menelusuri kabar viral dugaan adanya modus pelecehan seksual yang merendahkan harkat dan martabat para pekerja perempuan," kata Dhahana.
Pilihan Editor: Ternyata Tidak Harus di Hotel, Apa Itu Staycation?