Satriwan melanjutkan, P2G juga kecewa kepada Pemprov DKI Jakarta yang memberi durasi kontrak guru PPPK hanya satu tahun. Padahal, provinsi lain justru mengeluarkan kontrak lima tahun.
"Profesi guru masih dipandang remeh oleh pemerintah saat ini. Guru mengabdi bertahun-tahun sebagai honorer, upah jauh di bawah UMK, diangkat jadi ASN tapi malah ga digaji berbulan-bulan. Harapan terjadinya perbaikan nasib malah sebaliknya," ungkap guru SMA ini.
Lebih lanjut, P2G meminta komitmen Pemda membuat kontrak minimal 5 tahun bagi guru PPPK. P2G juga berharap Presiden atau kementerian terkait memberi sanksi tegas bagi pemda yang tidak mengusulkan jumlah formasi guru PPPK secara maksimal sesuai kebutuhan riil di daerah.
Ketiga, lanjut Satriwan, P2G berharap Kemdikbudristek membuat regulasi khusus yang bersifat afirmatif terhadap penyelenggaraan Program Guru Penggerak bagi seluruh daerah yang masuk kategori tertinggal, terdepan, terluar atau 3T.
"P2G mendapat laporan dari jaringan di daerah, seperti dari Kabupaten Kepulauan Sangihe, bahwa guru di sana tidak dapat mengikuti Program Guru Penggerak (PGP) karena akses wilayah kepulauan yang sulit dari segi geografis, transportasi (laut) maupun akses internet," ujar Satriwan.
Meski begitu, dia menuturkan P2G mengapresiasi kebijakan PGP angkatan ke-5 dan 9 yang sudah memberikan afirmasi khusus bagi guru di daerah 3T, tapi masih terbatas di 15 kota/kabupaten saja.
Keempat, kata Satriwan, pemanfaatan teknologi pendidikan. Dalam Education Working Group (EDWG) G-20, Indonesia mengajukan pemanfaatan teknologi dalam pendidikan sebagai jalan keluar krisis dan masa pemulihan setelah Covid-19.
Namun, P2G menilai optimisme yang dibangun berbanding terbalik dengan keadaan dalam negeri. Learning Loss tetap terjadi pada anak di Indonesia meski kementerian dan berbagai perusahaan teknologi edukasi atau edtech dalam negeri bergandengan untuk menyukseskan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri mengatakan, edtech bukannya mengembalikan pembelajaran yang hilang, tapi malah menambang data anak.
"Human Right Watch (HRW) mencatat bahwa 164 Edtech di dunia melanggar privasi anak, termasuk di Indonesia. Selama pandemi edtech justru melakukan praktik menambang data anak," ungkap Zanatul.
Di sisi lain, kata dia, guru menghadapi kesenjangan digital, surplus pelatihan, kelebihan beban administrasi yang dituntut oleh aplikasi dari kementerian, serta tuntutan membuat konten digital.
"Penambangan data juga terjadi pada guru. Beragam pelatihan digital serta kurikulum merdeka justru diinisiasi edtech yang merasa lebih memahami kurikulum merdeka," lanjut dia.
Tak hanya itu, masifnya penggunaan platform dalam pendidikan juga harus diantisipasi karena melahirkan artificial intelligence atau AI yang dibuat dengan algoritma yang menguntungkan pembuatnya.
"Kontrol AI dalam pendidikan akan semakin besar. Protokol AIED harus segera dibuat pemerintah, agar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, bukan tujuan komersil pembuat platform," ujar Iman.
Kelima, P2G mengapresiasi lahirnya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Pada Kementerian Agama.
Sebenarnya sudah ada Permendikbudristek Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Sekolah tapi masih menjadi macan kertas. Namun, P2G menilai sekolah umumnya tak melaksanakan regulasi ini.
Agar aturan di atas lebih implementatif di lapangan, P2G meminta Kemdikbudristek bersama-sama Kemenag, Kemendagri, Kemen PPPA, Kemenkominfo, dan Polri bersinergi membentuk Satuan Tugas Bersama Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G Feriansyah mengatakan, agar pendataan dan pengawasan kekerasan di satuan pendidikan berjalan simultan dan terintegrasi, P2G meminta pemerintah membuat sistem informasi data kekerasan anak di satuan pendidikan, serta langkah penanggulangannya.
"Sistem informasi dan statistik dibuat secara berkelanjutan dan akurat dengan rincian kasus per kasus di daerah," ujar Febriansyah.
Selanjutnya, menghadapi Pemilu 2024