TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI menyebut buruh merayakan May Day 2023 dalam keadaan yang semakin sulit. Hal itu disebabkan penerbitan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang atau UU Cipta Kerja yang dinilai semakin memperparah dan membuat sulit kondisi buruh.
"Undang-Undang itu memuat beberapa pasal yang memangkas jaminan hak-hak buruh dalam berbagai aspek, fleksibilitas pasar kerja (labour market flexibility) menjadi nafas pembentukan substansi UU ini dalam beberapa hal," bunyi siaran pers YLBHI yang Tempo terima pada Senin, 1 Mei 2023.
Dalam laporannya, sepanjang tahun 2022 YLBHI dan 18 LBH Kantor menerima 270 pengaduan yang diadukan oleh 2.584 pencari keadilan dan melakukan pendampingan terhadap 62 kasus yang tersebar di 18 wilayah. Pengaduan tersebut didasari beberapa konflik perburuhan.
"Konflik tersebut di antaranya pemutusan hubungan kerja, perselisihan hak, kriminalisasi serta union busting dan perselisihan hubungan industrial lainnya," bunyi siaran pers YLBHI.
Aktor yang diadukan dari jumlah pengaduan tersebut di antaranya korporasi lokal dan nasional sebanyak 227 kasus, individu maupun kelompok swasta yang memiliki pengaruh serta kekuasaan ditempat kerja sebanyak 22 kasus, pejabat pemerintah lokal sebanyak 14 kasus, individu maupun kelompok swasta yang memiliki pengaruh serta kekuasaan di sebuah sekolah sebanyak 8 kasus, dan pejabat pada tingkat nasional sebanyak 6 kasus.
Adapun pelanggaran hak tertinggi yang diadukan diantaranya hak untuk bekerja sebanyak 24 pelanggaran, hak khusus bagi pekerja 23 pelanggaran, hak untuk mendapatkan kondisi kerja yang adil sebanyak 14 pelanggaran, hak untuk mendapatkan upah yang adil 13 pelanggaran, hak standar hidup yang layak 12 pelanggaran, hak untuk mendapatkan pemberitahuan lebih awal tentang PHK 10 pelanggaran, dan hak untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai 10 pelanggaran.
YLBHI menyebut pola penindasan terhadap buruh tidak memiliki perbedaan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. "YLBHI memproyeksikan kondisi diatas akan diperparah dengan pasca pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023," bunyi siaran pers YLBHI.
Beberapa hal yang membuat UU Cipta Kerja semakin membuat hidup buruh semakin sulit, antara lain melegalkan praktik fleksibilitas hubungan kerja. konsep ini semakin tak melindungi buruh dengan kontrak kerja atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang bertambah masa toleransi dari 3 tahun menjadi 5 tahun.
UU Cipta kerja juga mendorong praktik outsourcing (alih daya) semakin liar dan tidak terkontrol, serta memutihkan dosa dengan hilangnya peraturan akan beralih menjadi pada perusahaan user jika melanggar. Penambahan alasan Pemutusan Kerja (PHK) dan pengurangan kompensasi PHK menjadi alasan yang memudahkan Perusahaan melakukan PHK kepada Buruh. Sehingga kepastian kerja dan hak terhadap buruh menjadi minim.
Kemudian UU Cipta kerja melegalkan praktik fleksibilitas waktu kerja, yakni pengusaha dapat memperpanjang waktu kerja buruh dan di lain sisi Perusahaan dapat mengurangi hak istirahat buruh. Hal ini dapat terlihat dalam batasan maksimal waktu lembur semula maksimal 3 jam sehari dan 14 jam seminggu menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu.
Selain itu, aturan ini tidak memiliki aturan pasal tentang jangka waktu serta mekanisme perpanjangan kontrak kerja, sehingga aturan ini berpotensi dijadikan alasan bagi pengusaha untuk menjadikan buruh sebagai pekerja kontrak seumur hidup.
"UU Cipta Kerja melegalkan praktik fleksibilitas upah, aturan ini dapat terlihat dalam aturan tentang penentuan besaran upah yang dimonopoli oleh Pemerintah dengan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tanpa melibatkan serikat buruh dalam penentuan upah," bunyi siaran pers YLBHI.
Pilihan Editor: May Day 2023, Komnas HAM: UU Cipta Kerja Makin Mengancam Hak Buruh
M JULNIS FIRMANSYAH