INFO NASIONAL – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA menyesalkan masih adanya pihak yang tidak melaksanakan ketentuan UUD NRI 1945, Konstitusi yang berlaku sekarang di NKRI sejak 2002, dengan masih saja mengungkit syarat calon presiden harus orang Indonesia asli. Padahal, menurutnya ketentuan itu adanya dalam UUD 45 yang sudah mengalami perubahan sesuai tuntutan Reformasi dan karenanya sudah tak berlaku lagi.
Perubahan UUD 45 itu menghadirkan ketentuan konstitusional baru dalam Pasal 6 ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi, ‘Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.’ Ketentuan baru ini, kata lelaki yang kerap disapa HNW itu, jelas berbeda dengan ketentuan lama sebelum UUD diamandemen, di mana UUD 45 Pasal 6 ayat (1) yang lama hanya berbunyi: “Presiden ialah orang Indonesia asli.”
“Maka sangat disesalkan, sesudah lebih dari 20 tahunan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 itu diamandemen, masih saja ada yang tak laksanakan ketentuan Konsitusi dan ingin kembali Pasal 6 ayat (1) yang lama yang berlaku pada era Orde baru dan orde Lama. Anehnya juga, tuntutan yang sangat menyengat bau ‘politik identitas’-nya itu justru datang dari mereka yang kencang menolak politik identitas,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu 26 April 2023.
HNW menjelaskan bahwa pada awal era Reformasi, saat amandemen terhadap UUD 45 dibahas, istilah orang Indonesia asli memang dihilangkan sebagai syarat menjadi presiden untuk menghindari kerancuan dan kemungkinan warga (penjajah spt) Jepang menjadi Presiden di Republik Indonesia. Beberapa tokoh, di antaranya JE Sahetapy pernah mengutarakan ikut memperjuangkan syarat tersebut dihilangkan, malah belakangan menyebar kabar dari Prof JE Sahetapy bahwa itu dilakukan juga agar membuka jalan bagi Ahok untuk bisa dicapreskan.
Namun, Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mengingatkan bahwa seandainya pun frase ‘orang Indonesia asli’ tersebut tidak dihilangkan dari ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD 45, sejatinya seluruh warga negara Indonesia dari latar belakang apapun bisa menjadi ( calon)presiden atau wakil presiden. Karena yang dimaksud sebagai ‘orang Indonesia asli’ adalah mereka yang sejak lahir berwarganegara Indonesia dan tidak pernah mengubah kewarganegaraannya.
Hal ini dengan jelas disebutkan dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 45 yang tetap berlaku karena tidak diubah, sehingga menjadi ketentuan yang sama konstitusionalnya, sehingga UUDNRI 1945 psl 26 ayat (1) tetap sama ketentuannya bahwa yang dimaksud sebagai warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara (melalui proses naturalisasi). Adapun makna “orang/bangsa Indonesia asli” itu diperjelas melalui UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Pada Penjelasan Pasal 2 UU Kewarganegaraan dinyatakan bahwa :”Yang dimaksud dengan ‘orang-orang Indonesia asli’ adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri.
Maka, lanjut HNW, jadi tidak sesuai dengan aturan konstitusi maupun ketentuan hukum bila masih ada saja pihak yang ingin menjegal capres dengan dalih bukan orang Indonesia asli. Semua pihak mestinya fokus saja pada komitmen melaksanakan seluruh ketentuan Konstitusi, agar Pemilu termasuk Pilpres bisa diselenggarakan lebih baik dari Pemilu/pilpres tahun 2019.
Semua pihak termasuk KPU dan Bawaslu memaksimalkan konsistensi melaksanakan ketentuan2 UUD NRI 1945 dan aturan hukum yang berlaku secara jujur, adil dan profesional, termasuk soal ketentuan UUDNRI 1945 terbaru terkait syarat (calon)Presiden/wakil Presiden agar hasil Pemilu/Pilpres benar-benar legitimated dan membuktikan bahwa Indonesia sebagai negara hukum, melalui demokrasi substansial dan Pemilu/pilpres yang luber jurdil, juga bisa menghadirkan Indonesia yang lebih baik di legislatifnya juga di eksekutif.(*)