TEMPO.CO, Jakarta - Layaknya operasi badan intelijen, tindak pidana korupsi pun ternyata memiliki kode rahasia. Dalam kasus korupsi terbaru yang melibatkan Wali Kota Bandung Yana Mulyana, para tersangka menggunakan kode rahasia “nganter musang king” dan “everybody happy”.
Kode rahasia memang digunakan para koruptor untuk menyamarkan aksi mereka. Tempo telah merangkum sejumlah kode rahasia aksi tindak pidana korupsi, berikut ulasannya.
1. Nganter Musang King dan Everybody Happy dalam kasus Yana Mulyana
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menahan Yana Mulyana pada Ahad, 16 April 2023. Politikus Partai Gerindra itu ditetapkan sebagai tersangka dugaan perkara suap pengadaan jaringan internet dan CCTV. Selain Yana, ada lima tersangka lainnya yang juga ditahan KPK.
Mereka adalah Kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Kota atau Pemkot Bandung Dadang Darmawan, Sekretaris Dinas Perhubungan Pemkot Bandung Khairul Rijal, Direktur PT Sarana Mitra Adiguna atau PT SMA Benny, Manager PT SMA Andreas Guntoro, dan CEO PT Citra Jelajah Informatika atau CIFO Sony Setiadi.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan kasus suap berkaitan dengan pencanangan proyek Bandung Smart City yang digagas pada 2018. Setelah pertemuan, Ghufron mengatakan ada penerimaan uang kepada Yana Mulyana dan Dadang Darmawan melalui Khairul Rijal. Penerimaan uang tersebut, kata Ghufron, bersumber dari Sony Setiadi.
“Setelah DD dan YM menerima uang, KR menginformasikan kepada RH dengan mengatakan ‘everybody happy'. Atas pemberian uang tersebut, PT CIFO dinyatakan sebagai pemenang proyek penyediaan jasa internet (ISP) di Dishub Pemkot Bandung dengan nilai proyek Rp 2,5 Miliar,” ujar Ghufron.
Para tersangka disebut menggunakan kode ‘nganter musang king’ pada saat menyerahkan uang suap. “Sebagai bukti awal penerimaan uang oleh YM dan DD melalui KR senilai sekitar Rp924,6 juta,” katanya.
2. Bina Lingkungan dalam kasus korupsi Bansos Covid-19
Bina Lingkungan diduga menjadi kode rahasia kasus korupsi bansos Covid-19. Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis, Rabu, 3 Februari 2021. Pihaknya meminta KPK menelusuri istilah ini dalam kasus korupsi tersebut. MAKI menduga Bina Lingkungan adalah istilah yang digunakan di lingkungan Kementerian Sosial untuk menyebut perusahaan-perusahaan yang kerap mendapatkan jatah pengadaan bansos.
“Berdasar informasi yang kami terima, terdapat dugaan penunjukan perusahaan penyalur Sembako Bansos Kemensos yang saat ini diproses KPK adalah perusahaan tersebut semata mata berdasar penunjukan dengan istilah Bina Lingkungan,” kata Boyamin Saiman.
3. Nomor Sepatu dalam kasus suap tunda putusan kasasi terdakwa pejabat MA Andri Tristianto Sutrisna
Pada 2016 lalu, Jaksa KPK mendakwa pengusaha Ichsan Suaidi dan pengacara Awang Lazuardi Embat menyuap Kasubdit Kasasi Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna sebesar Rp 400 juta. Duit tersebut dialamatkan untuk menunda pengiriman salinan putusan kasasi selama 3 bulan. Kasus ini melibatkan pegawai kepaniteraan muda pidana khusus MA, Kosidah, yang memastikan penundaan tersebut.
Andi dan Kosidah menggunakan kode rahasia ukuran sepatu saat menjalankan aksinya. Dalam percakapan keduanya, Andi menanyakan kepada Kosidah tentang ukuran sepatu. Kosidah menjawab ukuran 25. Diketahui, nomor sepatu tersebut adalah kode atau sandi yang bermakna besaran uang suap yang diinginkan. Angka 25 menunjukkan jumlah nominal sebesar Rp 25 juta.
4. Dana Operasional, Paketan, Dua Meter, dan Cetakan Undangan dalam kasus suap Rp 1,9 miliar Handang Soekarno
Pada 2017, mantan penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Handang terbukti bersalah menerima suap Rp 1,9 miliar dari Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair.
Handang Soekarno, dan ajudan Dirjen Pajak, Andreas Setiawan, mempunyai sandi khusus untuk menyebut duit suap yang diberikan Rajamohanan. Penggunaan kode tersebut, menurut jaksa penuntut umum KPK Takdir Ali Suhan, membuktikan kedua pejabat tersebut mengetahui adanya rencana suap.
Dalam salah satu transkrip percakapan aplikasi WhatsApp, Handang dan Andreas menyebut duit Rp 1,9 miliar dari Rajamohanan tersebut ditujukan untuk dana operasional. Di persidangan, Handang menyatakan maksud kode tersebut adalah dana operasional bagi Andreas. Hal itu dinilai tidak wajar lantaran Andreas statusnya hanya sebagai ajudan.
“Bagaimana mungkin, Andreas itu Cuma ajudan? Masak biaya operasionalnya sampai Rp 2 miliar?” kata Takdir.
Jaksa juga menampilkan transkrip percakapan lain yang menunjukkan Andreas menggunakan kode “paketan” saat Handang ingin mengambil uang dari Rajamohanan di Surabaya, pada 18 November 2016. Tapi transaksi tersebut batal lantaran rekan Handang, Yustinus, tak berani membawa uang tunai Rp 2 miliar dalam dua koper dengan perjalanan pesawat.
Kemudian kepada rekannya tersebut, Handang mengatakan hendak menitipkan uang “2 meter” untuk dibawa ke Jakarta. “Saya tidak tahu apa maksud kode itu. Saya hanya menebak saja uang itu banyak,” kata Yustinus. Akhirnya, Handang memutuskan untuk mengambil uang tersebut langsung di rumah Rajamohanan, Springhall Residence, Kemayoran, pada 21 November 2016.
Dalam perjalanan menuju Springhill Residence, Handang menggunakan kode mengambil “cetakan undangan” kepada Andreas yang menunggu di Kantor Direktorat Jenderal Pajak. “Kode-kode itu muncul mengalir saja. Saya hanya mengandaikan mereka tahu maksudnya,” kata Handang.
5. Obat dalam kasus suap OTT KPK terhadap Fuad Amin Imron
Pada 2014, KPK meng-OTT alias operasi tangkap tangan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron. OTT tersebut terkait kasus suap jual-beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gilir Timur yang melibatkan Eks Bupati Bangkalan dua periode tersebut. Saat rumahnya digeledah KPK awal Desember 2014, Fuad justru mencoba menyuap penyidik.
Komisi antirasuah mengumpulkan semua seluler di rumah Fuad di Kampung Saksak, Kelurahan Kraton, Kecamatan Kraton, Kabupaten Bangkalan, Madura. Saat melihat penyidik mengumpulkan gepokan uang di rumahnya sebagai barang bukti, Fuad buka suara “Ini ada ‘obatnya’ enggak, Mas?” ujar Fuad kepada salah satu investigator. Maksud dia, apakah persoalan itu dapat diselesaikan dengan uang. Si penyidik tersenyum. “Kalau KPK, tidak ada ‘obatnya’, Pak,” tuturnya.
Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mengatakan ‘obat’ adalah salah satu dari sekian banyak kode yang dipakai koruptor. Sandi itu, kata dia, hanya diketahui oleh sesama koruptor. Bahasa itu dipakai untuk memuluskan proses negosiasi antara mereka. “Untuk menghindari orang lain tahu. Khususnya penegak hukum,” kata Ade saat dihubungi, Selasa, 23 Desember 2014.
Selanjutnya: Kode rahasia koruptor lainnya, ada apel malang sampai kacang pukul