Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

PR Pemerintah di Hari Nelayan Nasional: Masih Banyak Nelayan yang Miskin

image-gnews
Sejumlah warga berada di atas kapal saat mengikuti pelepasan sesajen ke laut dalam tradisi Nadran Pesta Laut atau Festival Kampung Nelayan di Cilincing, Jakarta, Sabtu 22 Oktober 2022. Komunitas Nelayan Cilincing (Kunci) menggelar tradisi Nadran Pesta Laut yang ke-20 sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta akan limpahan rezeki hasil laut. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sejumlah warga berada di atas kapal saat mengikuti pelepasan sesajen ke laut dalam tradisi Nadran Pesta Laut atau Festival Kampung Nelayan di Cilincing, Jakarta, Sabtu 22 Oktober 2022. Komunitas Nelayan Cilincing (Kunci) menggelar tradisi Nadran Pesta Laut yang ke-20 sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta akan limpahan rezeki hasil laut. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 6 April 2023 masyarakat Indonesia memperingati Hari Nelayan Nasional. Momen ini didedikasikan tiap tahunnya sejak 1960 sebagai bentuk apresiasi kepada nelayan.

Tapi meski “diapresiasi” tiap tahun, faktanya masih banyak nelayan yang belum sejahtera. Bahkan tak sedikit nelayan yang melaut untuk sekedar menyambung hidup.

Padahal Indonesia menduduki posisi kedua negara penghasil ikan dunia, menurut data Europe Commision atau EU. Sudah sewajarnya nelayan hidup makmur, namun itu bak panggang jauh dari api.

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP, pada 2015, masyarakat nelayan menyumbang sekitar 32,14 persen angka kemiskinan yang ada di Indonesia. Sedangkan menurut data Badan Pusat Statistik atau BPS pada 2018, 20 sampai 48 persen nelayan di Indonesia masih miskin.

Bahkan, data pada 2019 menunjukkan kurang dari 14,58 juta jiwa atau sekitar 90 persen dari 16,2 juta nelayan, belum berdaya secara ekonomi maupun politik, dan berada di bawah garis kemiskinan.

Lantas mengapa masih banyak nelayan belum sejahtera? Apa sebenarnya PR pemerintah?

Menurut Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau KNTI, M Riza Damanik, ada beberapa hal yang mempengaruhi nelayan lokal Indonesia masih tergolong miskin. Pertama, jumlah tangkapan hanya sedikit. Meski ikan di lautan melimpah, namun nelayan lokal kalah dari kapal-kapal besar. Apalagi adanya kapal asing yang ikut mencari ikan secara ilegal.

Selain itu, penyebab lainnya adalah belum terpenuhinya hak-hak dasar keluarga nelayan. Antara lain fasilitas kesehatan kurang memadai, akses air bersih susah, dan kondisi pemukiman buruk. Problem tersebut ternyata juga bisa memengaruhi produktivitas nelayan. Ketika produktivitas minim, hasil tangkapannya pun tak banyak.

Beberapa pemukiman nelayan juga terletak di wilayah terpencil. Sehingga aksesnya masih sangat susah . Hal ini berpengaruh pada sampai atau tidaknya bantuan dari pemerintah kepada mereka yang membutuhkan. Menurut Zakariya Anwar dan Wahyuni dalam jurnal Miskin di Laut yang Kaya: Nelayan Indonesia dan Kemiskinan, pemerintah harus merumuskan kebijakan pembangunan kawasan pesisir dan masyarakatnya secara berkesinambungan.

Pada 2022 lalu, Tempo mengangkat kisah sejumlah kehidupan pahit nelayan di Maluku. Adalah Maharam Difinubun. Pria berusia 63 tahun itu mengaku telah bertahun-tahun menjalani hidup sebagai nelayan numpang. Sebutan untuk nelayan yang menggunakan perahu milik orang lain. Sehingga berapa pun hasil tangkapannya harus dibagi dua dengan si pemilik perahu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Maharam, butuh 100 liter bahan bakar untuk pulang pergi dalam sekali melaut. Tak jarang hasil tangkapannya minim. Mau tak mau harus diberikan kepada pemilik perahu dan pulang gigit jari. “Kalau hasil tangkapan sedikit, semua ikan dikasih ke pemilik (perahu). Besok kalau melaut, ya begitu lagi,” kata Maharam kepada Tempo, Jumat, 30 September 2022. Saat kepepet, dia akan kasbon ke toko sembako yang ada di Desa Apara.

Setelah bertahun-tahun menjalani hidup sebagai nelayan numpang, pada 2021, Maharam akhirnya bisa punya perahu sendiri. Perahu itu dibelinya dengan harga Rp 6 juta dari seseorang yang tengah butuh uang. Ia menyerahkan uang muka Rp 3 juta dari pemberian mertuanya yang berjualan kue dan sisa Rp 3 juta dicicilnya.

Beratnya tantangan hidup sebagai nelayan tradisional juga dirasakan Fatimah Difinubun, 53 tahun. Fatimah adalah janda dua anak, suaminya wafat setelah sakit selama lima tahun. Supaya dapur bisa tetap ngebul, tak jarang wanita itu pergi melaut, sebuah pekerjaan yang biasa dilakoni oleh laki-laki. Fatimah juga nelayan tumpang karena perahu peninggalan suaminya rusak.

Fatimah harus membagi hasil tangkapan dengan si pemilik perahu. Perhitungan pembagiannya untuk tiap 5 liter bahan bakar yang digunakan harus ‘dibayar’ dengan 250 ekor ikan hasil tangkapan. “Pernah kejadian pulang melaut tak membawa apa-apa (karena semua hasil tangkapan untuk si pemilik perahu). Pernah juga enggak mendapatkan ikan sama sekali karena air laut sedang pasang,” kata Fatimah.

Kalau kondisinya begitu, Fatimah biasanya ke hutan mencari daun pepaya. Daun itu lalu direbusnya untuk kemudian disantap dengan nasi dan sambal. Saat benar-benar tak punya uang dan hasil tangkapan selalu nihil, Fatimah akan kasbon ke toko yang menjual sembako di Desa Apara. “Waktu suami saya sakit, pernah saya terpaksa mencari ikan sampai tengah malam karena sudah tak ada yang bisa di masak di rumah. Untungnya, anak-anak enggak protes,” tuturnya.

Menurut penelitian Theconversation.com, meskipun nelayan termasuk salah satu pekerjaan paling rentan, analisis menunjukkan belum ada bukti kuat bahwa mereka memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dibandingkan profesi lainnya. Dalam penelitian, tim melakukan analisis statistik terhadap status kesejahteraan nelayan yang diwakili oleh data sosioekonomi dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia atau IFLS pada 2012 dan 2015.

Selain data ekonomi dan demografi, di dalamnya juga terdapat survei terbuka kepada nelayan untuk menanyakan seberapa bahagia mereka saat ini, 5 tahun lalu, dan 5 tahun mendatang. Terdapat banyak aspek lebih berkorelasi terhadap kebahagiaan ketimbang sekadar status sebagai nelayan, yakni level pendidikan, status pernikahan, dan kondisi kesehatan. Salah satu alasan nelayan tetap bahagia adalah karakter pekerjaan mereka dapat menikmati kehidupan alam terbuka.

“Beberapa studi yang pernah dilakukan sebelumnya menemukan bahwa aspek perikanan yang penuh dengan “petualangan”, “kebebasan” dan “aktivitas di alam” berperan sebagai suatu bentuk terapi bagi nelayan,” tulis peneliti, dikutip dari laman theconversation.com.

Pilihan editor : Diperingati Tiap 6 April, Ini Sejarah Hari Nelayan Nasional
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

2 hari lalu

Warga berebut sesaji saat mengikuti prosesi Pesta Lomban di laut Jepara, Jepara, Jawa Tengah, Rabu 17 April 2024.  Pesta Lomban yang diadakan nelayan sepekan setelah Idul Fitri dengan melarung sesaji berupa kepala kerbau serta hasil bumi ke tengah laut itu sebagai bentuk syukur dan harapan para nelayan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki dan keselamatan saat melaut. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

Tradisi Lomban setiap bulan Syawal di jepara telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.


Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

3 hari lalu

Ilustrasi Sabu. TEMPO/Amston Probel
Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

Bareskrim Polri menangkap lima tersangka tindak pidana narkotika saat hendak menyeludupkan 19 kg sabu dari Malaysia melalui Aceh Timur.


Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

8 hari lalu

Direktur Walhi Jawa Tengah Fahmi Bastian. Foto dok.: Walhi
Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

Walhi dan Pokja Pesisir Kalimantan Timur sebut kerusakan Teluk Balikpapan salah satunya karena efek pembangunan IKN.


Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional

13 hari lalu

Ilustrasi nelayan. TEMPO/M Taufan Rengganis
Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengungkap sejumlah permasalahan nelayan masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.


Tidak Ditenggelamkan, Dua Kapal Illegal Fishing Diserahkan ke Nelayan Banyuwangi

21 hari lalu

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam acara Pertemuan Nasional Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial di Kantor KKP, Jakarta Pusat pada Selasa, 19 Maret 2024. Tempo/Aisyah Amira Wakang
Tidak Ditenggelamkan, Dua Kapal Illegal Fishing Diserahkan ke Nelayan Banyuwangi

Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono menyerahkan dua kapal illegal fishing ke nelayan di Banyuwangi, Jawa Timur.


Kapal Tenggelam, Puluhan Pengungsi Rohingya Diselamatkan Nelayan Aceh dan Tim SAR

30 hari lalu

Dua orang anak bermain di lokasi  kapal mengangkut imigran etnis Rohingya yang mendarat di pantai desa  Ie Meule, kecamatan Suka Jaya, Pulau Sabang, Aceh, Sabtu 2 Desember 2023.  Sebanyak 139 imigran etnis Rohingya terdiri dari laki laki,  perempuan dewasa dan anak anak menumpang kapal kayu kembali mendarat di Pulau Sabang, sehingga total jumlah imigran di Aceh tercatat  sebanyak 1.223 orang. ANTARA FOTO/Ampelsa
Kapal Tenggelam, Puluhan Pengungsi Rohingya Diselamatkan Nelayan Aceh dan Tim SAR

Nelayan Indonesia dan tim SAR pada Rabu 20 Maret 2024 berjuang menyelamatkan puluhan warga Rohingya setelah air pasang membalikkan kapal mereka


Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

33 hari lalu

Delapan awak kapal WNI di  kapal kargo di Taiwan, 28 Oktober 2022. (ANTARA FOTO/FAHMI FAHMAL SUKARDI)
Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

Pengusaha yang hanya mengejar keuntungan telah menyebabkan luasnya praktik kerja paksa, perdagangan manusia, dan perbudakan di sektor perikanan.


Edi Damansyah Dorong Produksi Perikanan Kukar

33 hari lalu

Edi Damansyah Dorong Produksi Perikanan Kukar

Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Edi Damansyah, membuat program Dedikasi Kukar Idaman untuk para nelayan dan pembudidaya ikan di Kecamatan Anggana.


Cuaca Ekstrem dan Gelombang Tinggi di Laut Selatan, Nelayan Sukabumi Terdampar di Garut

33 hari lalu

Sejumlah perahu nelayan tertambat di dermaga Cilaut Eureun, Pantai Santolo, Garut, Jawa Barat, (1/1). TEMPO/Prima Mulia
Cuaca Ekstrem dan Gelombang Tinggi di Laut Selatan, Nelayan Sukabumi Terdampar di Garut

Polairud Polres Garut yang sedang mencari seorang nelayan setempat kini ketambahan mencari seorang lagi asal Sukabumi sesama korban gelombang tinggi.


Angin Kencang dan Gelombang Laut Tinggi, Nelayan Garut Tak Bisa Melaut

34 hari lalu

Penjabat Bupati Garut Barnas Adjidin meninjau daerah yang terdampak gelombang tinggi dan angin kencang di Pantai Rancabuaya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (16/3/2024). ANTARA/HO-Diskominfo Garut
Angin Kencang dan Gelombang Laut Tinggi, Nelayan Garut Tak Bisa Melaut

Angin kencang dan gelombang laut tinggi mengakibatkan sejumlah nelayan Garut, Jawa Barat, tak bisa melaut. Karena dinilai dapat membahayakan jiwa.