TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD menyebut ada anggota DPR RI menjadi makelar kasus alias markus. Mahfud mengeluarkan pernyataan itu lantaran sejumlah Anggota Komisi III DPR RI menyerang dirinya terkait pengungkapan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
“Sering di DPR ini aneh kadang kala marah-marah itu tidak tahunya markus dia. Marah kepada Kejaksaan Agung, nantinya datang ke Kantor Kejagung titip kasus,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini pada Rabu, 29 Maret 2023.
Ungkapan Mahfud ini langsung menuai protes. Salah satunya dari anggota Komisi III DPR RI fraksi Gerindra Habiburokhman. Dalam interupsinya, pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan itu meminta Mahfud menyampaikan secara langsung jika ada anggota DPR periode 2019-2024 yang markus.
Mahfud MD kemudian menjelaskan maksud pernyataan itu. Ia menceritakan peristiwa yang menimpa Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh pada 17 Februari 2005, saat Rapat Kerja Gabungan antara Komisi II dan Komisi III DPR bersama Jaksa Agung. Dalam sebuah rapat dengan DPR, Arman, sapaan Abdul Rahman Saleh, dicecar habis-habisan. Dia disebut baik tetapi berada di lingkungan yang buruk, seperti ustad di kampung maling.
“Ingat peristiwa ustad di Kampung Maling? Saya kira saya sama Pak Benny (Benny K Harman) masih ada di sini. Pada waktu itu Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dicecar habis-habisan, dibilang bapak ini seperti ustad di kampung maling,” kata Mahfud.
Peristiwa itu terekam baik dalam buku Abdul Rahman Saleh bertajuk Bukan Kampung Maling, Bukan Desa Ustadz: Memoar 930 Hari di Puncak Gedung Bundar. Majalah Tempo edisi Selasa, 21 Juli 2008 mengulas buku ini. Peristiwa itu terjadi pada Kamis, 17 Februari 2005 dalam rapat kerja gabungan antara Komisi II dan II DPR dengan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.
Rapat tersebut kisruh lantaran anggota DPR Anhar SE, mengibaratkan Jaksa Agung seperti ustad di kampung maling. Arman pun marah dan tidak terima dengan pernyataan dari Fraksi Partai Bintang Reformasi itu. Dia meminta Anhar mencabut perkataannya tersebut. Menurut Arman, ungkapan Anhar tak pantas diucapkan dalam forum.
“Mohon pimpinan menegur dan meminta untuk menarik omongannya,” kata Arman dalam rapat di DPR, Senayan, Jakarta.
Pemimpin sidang Ketua Komisi III Teras Narang kemudian meminta Anhar agar mengoreksi pernyataannya. Namun belum selesai Teras berbicara, Jaksa Agung Muda Pengawasan Ahmad Lopa tersulut emosi. Dia menagih penjelasan maksud Anhar mengenai pernyataannya tersebut. Pemimpin sidang kemudian mempersilahkan Anhar mengklarifikasi maksud ucapannya.
“Saya ini dari Sumatera. Ada bahasa kiasan. Jangan sampai Bapak seperti ustad di Kampung maling. Bukan berarti saya menuduh jaksa maling. Kami hanya mendorong agar ada semangat perubahan kalau ada maling jangan diteruskan,” kata Anhar.
Penjelasan Anhar justru kian mengeruhkan suasana. Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Andi Amien lantas berdiri dengan marah dan berteriak dalam rapat. “Cabut omongan itu,” kata Andi penuh kemarahan. Arman dan sejumlah staf Kejaksaan Agung meminta Andi untuk tenang. Bahkan pimpinan sidang mempersilakan Andi meneguk air putih untuk menenangkan diri.
Namun kemarahan Andi tetap mendidih. Sikap Andi ternyata justru menyulut emosi dari anggota DPR lainnya. Salah seorang dari mereka berteriak meminta Andi diusir dari rapat. Bahkan dia sampai memanggil pihak keamanan. “Usir orang itu! Pengaman! Pengaman!” teriaknya. Menanggapi situasi ini, pimpinan sidang kemudian menjeda rapat dalam kurun 15 menit.
Anhar: Saya pengagum Abdul Rahman Saleh
Sementara itu, Anhar kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Senin malam 28 Februari 2005 mengungkapkan apa yang disampaikan dalam rapat semata hanya untuk menyampaikan kritik. Dia menilai ada ketidakkonsistenan dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Ada yang tetap ditahan, ada yang tidak karena kedekatan dengan pihak kejaksaan.
“Saya bukan membela koruptor. Sama sekali bukan. Tapi saya melihat ada ketidakkonsistenan dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Ada yang tetap ditahan, ada yang tidak karena kedekatan dengan pihak kejaksaan,” kata Anhar, dikutip Koran Tempo edisi Selasa, 1 Maret 2005.
Anhar tak membayangkan apa yang disampaikannya akan muncul reaksi yang menimbulkan gaduh dalam rapat. Dia juga mengaku amat mengagumi sosok Abdul Rahman. Lima hari sebelum rapat, 12 Februari, anaknya lahir. Kekagumannya terhadap Jaksa Agung itu membuatnya menyematkan nama Abdul Rahman Saleh untuk anaknya yang baru lahir itu.
“Saya mengenal beliau sebagai orang yang tegar dalam menegakkan hukum,” katanya.
Pilihan Editor: Rapat dengan Mahfud MD, Anggota Komisi III DPR Riuh Interupsi Soal Absennya Sri Mulyani
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.