INFO NASIONAL - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengajak para pakar dan akademisi menguatkan komitmen meneladani kenegarawanan para pendiri bangsa, yakni mengedepankan kebhinekaan atau memandang perbedaan sebagai keragaman, bukan pemecah belah.
HNW memberi contoh, tanggal 31 Mei 2023 bertepatan dengan 9 Ramadan dalam penanggalan Islam. Tanggal 9 Ramadan ternyata bertepatan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia digaungkan 78 tahun lalu. Tanggal 9 Ramadan di tahun 1945 jatuh pada tanggal 17 Agustus dalam kalender Masehi.
“Artinya, boleh jadi saat ini kita juga sedang merayakan kemerdekaan Indonesia ke 80 dalam hitungan kalender Hijriyah,” kata Hidayat Nur Wahid saat memberikan sosialisasi Empat Pilar MPR dan Bedah Buku “MSDM Dalam Prespektif Islam” bersama Ikatan Doktor Ilmu Manajemen (IKADIM) Universitas Negeri Ruang Abdul Muis DPR Jakarta, Jumat, 31 Maret 2023.
Adanya dua sistem penanggalan pada proklamasi kemerdekaan Indonesia, menurut HNW, menjadi bukti suburnya kebhinekaan bangsa Indonesia. Ia pun melanjutkan kisah keteladanan para pendiri bangsa yang sangat menghargai perbedaan saat perjalanan menuju tercapainya kesepakatan lima sila dalam Pancasila.
Presiden Soekarno menyampaikan pidato tentang Pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara pada sidang BPUPK 31 Mei- 1 Juni 1945. Pidato tersebut akhirnya melahirkan dua poros ideologi, yaitu kebangsaan dan keagamaan Islam. Tetapi keduanya bukan saling membelah dan memisahkan, mereka berupaya menemukan kompromi agar kebhinnekaan itu menghadirkan ketunggal ikaan.
Baca Juga:
Selanjutnya dibentuklah panitia kecil terdiri dari 8 orang. Oleh Bung Karno, keanggotaan panitia kecil itu diubah dengan alasan tidak seimbang. Karena dari 8 anggota sebanyak 6 merupakan anggota poros ideologi kebangsaan, dan hanya dua orang dari keagamaan.
“Bung Karno memperlihatkan kenegarawanannya, mengubah panitia delapan menjadi panitia Sembilan dengan mengakomodir semua kelompok. Kelompok Sembilan menghasilkan kompromi tentang Pancasila pada 22 Juni, dan dikenal sebagai Piagam Jakarta,” tutur Hidayat.
Ternyata, hasil kompromi Pancasila 22 Juni diprotes oleh masyarakat Indonesia Timur. Dan sesuai prinsip kenegarawanan yg mengedepankan maslahat terbesar, keberatan tersebut diterima, sehingga lahir kesepakatan final Pancasila 18 Agustus. Sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Inilah hikmah besar yang harus dipelajari dan diteladani dari para pendiri bangsa, terutama oleh kalangan terpelajarseperti IKADIM. Dan oleh MPR maka dilahirkanlah Empat Pilar MPR RI, agar pemahaman terhadap 4 pilar MPR RI selain mensejarah, melanjutkan keteladanan, juga berkemampuan untuk mengawal dan mengawasi perjalanan kebangsaan. Bila ada yang menyimpang bisa diluruskan, dan bila ada masalah bisa dicarikan solusinya,” tutur HNW. (*)