TEMPO.CO, Surabaya - Komnas HAM memetakan sembilan kelompok rentan yang berpotensi tidak dapat menyalurkan hak suaranya pada Pemilu Serentak 2024. Kelompok-kelompok tersebut terancam tidak dapat mengikuti pemungutan suara bila tidak mendapatkan perhatian serius penyelenggara pemilu dan pemerintah.
Adapun sembilan kelompok rentan itu ialah kelompok disabilitas dan orang dengan disabilitas mental (ODOM), tahanan, narapidana, pekerja rumah tangga (PRT), serta kelompok sexual orientation, gender identity, dan gender expression (SOGIE). Selain itu juga orang dengan HIV/AIDS (ODHA), pengungsi konflik sosial/bencana alam, perempuan dan pekerja buruh.
Komisioner Komnas HAM bidang Pengkajian dan Penelitian Saurlin P. Siagian mengakui bahwa KPU dan Bawaslu telah melaksanakan tahapan-tahapan pemilu secara general dan normatif. Namun, kata Saurlin, tahapan-tahapan itu bisa saja memarginalkan sembilan kelompok rentan tersebut sehingga berakibat hilangnya hak suara.
“Meskipun belum tentu tidak diperhatikan. Namun kami asumsikan less attention terhadap mereka,” kata Saurlin saat mengunjungi Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Jumat malam, 31 Maret 2023.
Menurut Saurlin kurangnya perhatian penyelenggara pemilu terhadap sembilan kelompok tersebut menjadi basis Komnas HAM menyusun peraturan agar ada kebijakan tindakan sementara untuk memberi kompensasi kepada kelompok yang selama ini terdiskriminasi serta tidak memiliki sumber daya memadai.
Baca juga:
“Komnas HAM ingin bekerja untuk kelompok yang paling termarginalkan dan perlu perhatian khusus, bukan kelompok umum, apalagi kelas menengah,” kata Saurlin.
Saurlin berujar belum ada rekomendasi yang disampaikan pada penyelenggara pemilu serta pemerintah karena Komnas masih pada tahap mengumpulkan informasi dan observasi di beberapa provinsi. Di Jawa Timur misalnya, Komnas HAM mengumpulkan data-data di Surabaya, Sidoarjo dan Sampang.
Mereka antara lain mendatangi Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, lembaga pemasyarakatan, pengungsi Syiah Sampang, kelompok transgender serta pemerintah daerah. Komnas HAM juga menemui Bupati Sampang di Pulau Madura. Dari pertemuan itu diketahui bahwa jumlah pengungsi Syiah Sampang di Rumah Susun Jemundo, Sidoarjo makin berkurang.
“Sekarang ini kaum Syiah yang di Rusun Jemundo tinggal 31 KK, sebagian sudah difasilitasi oleh pemerintah daerah kembali ke kampung asalnya di Sampang,” kata Saurlin.
Temuan lain Komnas HAM di Jawa Timur ialah jumlah penghuni lapas yang rata-rata di atas kapasitas. Sehingga dibutuhkan tempat pemungutan suara yang cukup. Selain itu diperlukan kebijakan khusus terhadap warga yang perekaman datanya sulit dilakukan, antara lain di lapas dan di tempat lain seperti rumah sakit jiwa.
“Sekarang belum terlambat, masih ada waktu bagi penyelenggara pemilu membuat kebijakan khusus untuk orang-orang yang belum tercatat sebagai pemilih,” ujar dia.
Menurutnya Komnas HAM telah membentuk tim pemantau persiapan penyelenggaraan pemilu serentak sebagai bentuk partisipasi aktif berkontribusi terhadap pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih. Upaya itu dilakukan sejak 2018 hingga 2020. “Ini merupakan kelanjutan dari upaya-upaya itu dalam pemenuhan hak asasi warga negara,” ujar Saurlin yang juga wakil ketua tim pemilu Komnas HAM.
Pilihan Editor: Komnas HAM: 20 Persen Kelompok Rentan Tak Nyoblos