TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md akhirnya membuka secara detail rincian transaksi tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 349 triliun yang terjadi di Kementerian Keuangan. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi III DPR pada Rabu, 29 Maret 2023, Mahfud menguliti transaksi mencurigakan yang terjadi pada 2009-2023 tersebut satu persatu.
Mahfud yang juga menjabat Ketua Komite Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan TPPU ini mulanya menjabarkan 7 modus yang diduga dilakukan dalam transaksi keuangan tersebut. Modus pertama yang ditemukan adalah kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarga.
Mahfud mencontohkan modus ini ditemukan dalam kasus pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo. “Dia laporannya sedikit, rekeningnya sedikit. Tapi istrinya, anaknya, perusahaannya, itu patut dicurigai,” kata Mahfud saat rapat di Gedung DPR, Rabu, 29 Maret 2023.
Mahfud mengatakan modus kedua yang ditemukan adalah kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang diatasnamakan pihak lain atau disimpan di tempat lain. Modus ketiga, kata dia, yakni membentuk perusahaan untuk mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan perusahaan itu dianggap sah.
Modus keempat, kata Mahfud, adalah penerimaan hibah barang tidak bergerak hasil kejahatan tanpa dilengkapi dengan akta hibah. “Misalnya saya disuap Rp 5 miliar, dikirim ke ayah saya, lalu ayah saya disuruh bikin hibah,” kata dia.
Modus kelima, lanjut dia, adalah menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan. Sementara modus keenam adalah transaksi pembelian barang fiktif. Mahfud menjelaskan transaksi dilakukan dengan melakukan pembayaran, namun barang tidak pernah dikirimkan. Modus terakhir, kata Mahfud, adalah menyimpan harta hasil kejahatan dalam safe deposit box atau tempat lainnya.
Rincian Transaksi
Mahfud mengatakan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun terbagi menjadi 3 kategori. Kategori pertama adalah transaksi mencurigakan yang diduga dilakukan pegawai Kementerian Keuangan. Jumlah transaksi di kategori ini mencapai Rp 35 triliun. “Kemarin data yang ditunjukkan Ibu Sri Mulyani di Komisi 11 hanya Rp 3 triliun, yang benar adalah Rp 35 triliun,” ujar Mahfud.
Mahfud melanjutkan kategori kedua transaksi mencurigakan itu adalah transaksi yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu. Jumlah uang dalam transaksi ini lebih besar, yakni Rp 53 triliun. Sementara kategori ketiga adalah transaksi keuangan yang terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal. Jumlah transaksi dalam kategori ini adalah yang paling besar, yakni mencapai Rp 260 triliun. “Jadi jumlahnya Rp 349 triliun fiks, nanti kami tunjukkan suratnya,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, seluruh transaksi tersebut telah dikumpulkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke dalam 300 Laporan Hasil Analisis. PPATK, kata dia, telah menyetorkan 200 laporan itu kepada Kementerian Keuangan. Sementara, sebanyak 1 laporan diserahkan kepada kementerian dan lembaga lainnya. Adapun 99 laporan diserahkan kepada aparat penegak hukum.
Dalam laporan itu, tutur Mahfud Md, PPATK menduga transaksi mencurigakan ini melibatkan 1.074 orang atau entitas. Sebanyak 491 orang merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Kemenkeu; 13 orang ASN di kementerian lainnya; dan 570 orang non-ASN.
Pilihan Editor: Mahfud MD Berkukuh Transaksi Janggal di Kemenkeu Rp 349 Triliun, Sri Mulyani Sebut Rp 3,3 Triliun