TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil meminta Divisi Propam Mabes Polri mengambil alih kasus dugaan pelanggaran etik saat sidang tragedi Kanjuruhan dari Polda Jawa Timur. Mereka karena khawatir adanya konflik kepentingan.
Hal ini disampaikan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) selaku pelapor, Edy K. Wahid, saat memenuhi panggilan pemeriksaan Divisi Propam Polri, Senin, 27 Maret 2023.
Edy mengatakan Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari 12 organisasi nirlaba, meminta kasus etik ini agar ditangani Mabes Polri karena terlapor adalah Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Toni Harmanto. Kapolda dilaporkan karena dianggap bertanggungjawab terhadap Brimob di Jawa Timur.
“Sehingga kalau kasus ini dialihkan ke Polda Jatim ini akan konflik kepentingan. Sehingga kami meminta agar Mabes tetap menangani kasus ini dan tidak melimpahkan ke Polda Jatim,” kata Edy.
Selain Kapolda Jatim, Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan dua anggota Polri yang diduga melanggar etik saat sidang tragedi yang menyebabkan 135 orang meninggal di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1-2 Oktober 2022. Mereka dituduh melakukan intimidasi dan pembiaran intimidasi saat persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Terlapor pertama adalah personel Brimob yang melakukan intimidasi di PN Surabaya dengan meneriakan “Brigade!” saat sidang berlangsung.
“Sampai sekuriti pengadilan menegur mereka karena mereka dianggap mengganggu proses persidangan," katanya.
Terlapor kedua adalah Komandan Satuan Brimob Polda Jatim karena dianggap bertanggung jawab untuk mengamankan pasukan saat sidamg. Koalisi menilai dia melakukan pembiaran dan tidak menegur pasukannya sehingga mengganggu jalannya persidangan
Serahkan bukti tambahan
Edy Kurniawan juga menyerahkan bukti tambahan berupa foto hingga video itu diberikan kepada penyidik Divisi Propam Polri dalam agenda pemeriksaan hari ini.
"Ada sembilan bukti tambahan yang kami ajukan, satu berupa video, printout, kami melakukan pendalaman kemudian dari beberapa foto yang membuktikan kejadian itu saat proses persidangan," kata Edy.
Dugaan pelanggraan etik terkait pengerahan personel Brimob yang mengintimidasi jaksa penuntut umum (JPU) dan Majelis Hakim dalam persidangan tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya ini sebelumnya dilaporkan pada Senin, 27 Februari 2023 lalu.
Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas dua terdakwa dalam Tragedi Kanjuruhan. Sejak pengusutan, kasus itu dinilai banyak janggal. Pada 17 Maret 2023, proses hukum dalam perkara Tragedi Kanjuruhan mencapai akhir babak pertama.
Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Komisaris Wahyu Setyo Pranoto dan Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi, dua aktor yang diduga bertanggung jawab atas tragedi yang menewaskan 135 orang pada 1 Oktober 2022 itu. Pada saat itu, Wahyu menjabat sebagai Kepala Bagian Operasional Polres Malang sementara Bambang merupakan Kepala Satuan Samapta Polres Malang.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Abu Ahmad Siddqi Amsya menyatakan bahwa kedua aktor tidak terbukti melanggar dakwaan jaksa. Untuk Wahyu, Majelis Hakim menyatakan dakwaan kelalaian yang menyebabkan kematian tidak dapat diterapkan pada Wahyu karena tembakan gas air mata bukan atas inisiatifnya. Bambang, yang terbukti memerintahkan anak buahnya untuk menembakkan gas air mata, dibebaskan karena Majelis Hakim menyimpulkan bahwa gas air mata sudah terbawa hembusan angin ke sisi selatan stadion Kanjuruhan.
Pilihan Editor: Pakar Hukum: Pengadilan Harusnya Tolak Polisi Jadi Kuasa Hukum Terdakwa Tragedi Kanjuruhan