TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Akmal Marhali menyesalkan proses peradilan tragedi Kanjuruhan tidak mengikuti rekomendasi tim yang menyodorkan lima saksi ahli.
“TGIPF menyodorkan lima saksi ahli untuk kasus tragedi Kanjuruhan, tetapi satu pun tidak ada yang dipanggil untuk menjadi saksi,” kata Akmal Marhali dalam webinar “Mengadili Angin Kanjuruhan” yang digelar Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Ahad, 26 Maret 2023.
Padahal, kata Akmal, kasus Kanjuruhan bisa diselesaikan dengan proses hukum yang diharapkan apabila hasil rekomendasi TGIPF digunakan selama peradilan. “Namun faktanya semua sepertinya sudah dikondisikan,“ kata aktivis Save Our Soccer itu.
Akmal menilai putusan bebas dua anggota polisi oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri atau PN Surabaya menghilangkan rasa keadilan. Sebab, satuan keduanya turut andil dalam penembakan gas air mata. Apalagi 45 penembakan gas air mata di stadion terlalu berlebihan apabila untuk mengurai massa.
“Kalau mau mengurai kenapa sampai harus 45 tembakan gas air mata?” tutur dia.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas dua terdakwa dalam Tragedi Kanjuruhan. Sejak pengusutan, kasus itu dinilai banyak kejanggalan.
Pada 17 Maret 2023, proses hukum dalam perkara Tragedi Kanjuruhan mencapai akhir babak pertama. Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Komisaris Wahyu Setyo Pranoto dan Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi, dua aktor yang diduga bertanggung jawab atas tragedi yang menewaskan 135 orang pada 1 Oktober 2022 itu.
Pada saat itu, Wahyu menjabat sebagai Kepala Bagian Operasional Polres Malang sementara Bambang merupakan Kepala Satuan Samapta Polres Malang.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Abu Ahmad Siddqi Amsya menyatakan bahwa kedua aktor tidak terbukti melanggar dakwaan jaksa. Untuk Wahyu, Majelis Hakim menyatakan dakwaan kelalaian yang menyebabkan kematian tidak dapat diterapkan pada Wahyu karena tembakan gas air mata bukan atas inisiatifnya.
Bambang, yang terbukti memerintahkan anak buahnya untuk menembakkan gas air mata, dibebaskan karena Majelis Hakim menyimpulkan bahwa gas air mata sudah terbawa hembusan angin ke sisi selatan stadion Kanjuruhan.
Pilihan Editor: Kontras: Polisi Bela Polisi di Sidang Tragedi Kanjuruhan Lecehkan Sistem Hukum Peradilan